Pengamat politik, Sutan Aji Nugraha, mengatakan, penghapusan ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK) adalah langkah signifikan untuk mengakhiri dominasi politik dinasti dan pengaruh oligarki.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menghapus aturan presidential threshold melalui putusan atas gugatan nomor 62/PUU-XXI/2024, Kamis, 2 Januari 2025.
Keputusan tersebut menjadi angin segar bagi demokrasi Indonesia, sekaligus hadiah awal tahun 2025 pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Selama ini, aturan presidential threshold dinilai mencederai prinsip demokrasi one man, one vote, one value, dengan menciptakan ketimpangan nilai suara," kata Sutan Aji, dikutip Sabtu (4/1/2025).
Menurut Sutan, dalam praktiknya, aturan tersebut menggunakan perolehan suara dari dua periode pemilu sebelumnya, sehingga menimbulkan distorsi representasi.
"Dengan putusan ini, peluang bagi putra-putri terbaik bangsa untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin nasional semakin terbuka lebar, tanpa harus terikat pada dominasi partai politik tertentu," kata Sutan.
Sutan menjelaskan, terbukanya ruang demokrasi tersebut dapat mendorong perubahan ideologis di tubuh partai politik, baik yang berada di parlemen maupun nonparlemen.
Menurut Sutan, ke depannya, partai politik diharapkan semakin fokus mengimplementasikan manifesto mereka, termasuk melalui pendidikan politik berbasis kurikulum yang jelas.
Sutan mengatakan, langkah tersebut memungkinkan rakyat untuk memilih berdasarkan ideologi dan visi calon pemimpin, bukan sekadar citra "good looking" atau penampilan fisik.
"Langkah ini diyakini sebagai pondasi baru bagi demokrasi Indonesia yang lebih inklusif dan representatif, membawa harapan besar bagi masa depan politik nasional," pungkas Sutan Aji. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved