Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib pada Mainan Anak yang diberlakukan sejak tahun 2014 lalu mampu mendorong peningkatan produksi lokal. Salah satunya, produksi PT Sinar Harapan Plastik (SHP). Dari tahun ke tahun produksinya meningkat antara 12 hingga 20 persen. Secara otomatis peningkatan produksi tersebut juga meningkatkan pertumbuhan industri mainan anak dalam negeri.
Direktur PT SHP, Hary Tio mengatakan awalnya SNI yang diterapkan di perusahaannya adalah inisiatif sendiri karena adanya persaingan usaha. Namun, akhirnya pemerintah mewajibkan SNI untuk mainan anak. Sehingga pihaknya bisa menyakinkan masyarakat kalau mainan yang sudah ber-SNI tidak kalah dengan mainan serupa dari luar negeri.
“Walaupun banyak mainan impor dari China, tapi kami tetap dapat bersaing dengan baik di pasar Indonesia maupun mancanegara,” kata Hary kepada politikindonesia.com disela-sela kunjungan industri ke pabrik mainan itu di Jakarta, Rabu (12/12).
Dia menjelaskan, dengan meningkatnya produksi sehingga pihaknya telah mampu memasok mainan anak ke luar negeri, seperti Filipina, Malaysia, Siberia dan Thailand. Jumlah produk yang diekspor sekitar 15 persen dari total produksi. “Potensi ekspor memang besar, tapi untuk memenuhi permintaan lokal saja masih belum terpenuhi. Walau begitu, kami terus berupaya meningkatkan ekspor ke pasar di wilayah Asia,” ujarnya.
Menurutnya, penerapan SNI mainan anak dan Sistem Manajemen Mutu yang sudah diterapkan sangat memberikan nilai positif bagi perusahaannya dan indusri mainan di Indonesia. Walaupun awalnya mendapat penolakan dari karyawan karena adanya aturan dalam pekerjaan. Sehingga mengubah kebudayaan kerja dengan berbagai aturan yang dibuat untuk meningkatkan produksi dan kemajuan perusahaan
“Dengan menerapkan SNI, kami dapat terus berinovasi dan mempertajam kreasi dalam industri mainan di Indonesia. Sehingga kami dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan aman bagi anak-anak Indonesia. Apalagi, penerapan SNI juga mampu meningkatkan penjualan produk mainan kami,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Hary, pihaknya juga telah memenuhi Content Lokal (TKDN). Dimana, material, berupa biji plastik maupun barang yang digunakan sebagian besar dari dari dalam negeri. Untuk biji plastik 50 persen dalam negeri dan sisanya impor dari Arab Saudi.
“Kami tidak ingin bergantung pads impor. Oleh sebab itu, kami terus berupaya untuk menjadi pelopor industri mainan anak-anak bagi produk dalam negeri. Caranya selalu mengutamakan kepuasan pelanggan dan tetap menjaga kualitas dan keamanan produk,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Organisasi dan Humas Badan Standarisasi Nasional (BSN) Iryana Margahayu menambahkan komitmen yang kuat perusahaan ini untuk menerapkan SNI memang luar biasa.
“Terbukti, pada tahun 2015 perusahaan yang sudah memasuki Generasi ke-2 itu berhasil meraih penghargaan tertinggi dari pemerintah RI untuk penerapan SNI, SNI Award. Perusahaan mainan itu tetap konsisten penerapkan mutu untuk komoditi mainan anak,” tegasnya
Diungkapkan, SNI Mainan Anak yang diberlakukan secara wajib oleh Kementerian Perindustrian. Dalam Peraturan Menteri tersebut, definisi mainan adalah setiap produk atau material yang dirancang atau dengan jelas diperuntukkan penggunaannya oleh anak dengan usia 14 tahun ke bawah.
“Dengan adanya peraturan tersebut, produk mainan anak yang beredar di pasar Indonesia harus memenuhi SNI. Aturan dan standar ini dinilai penting karena terdapat resiko pada mainan yang kerap tidak disadari oleh masyarakat umum,” ucapnya
Adapun resiko yang dapat ditimbulkan dari mainan yang tidak sesuai standar, di antaranya bahaya pendengaran, tersedak, terjerat, tergores, terjatuh, terjepit, tersetrum, hingga bahaya unsur kimia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved