Tak ada kerugian negara, bahkan angkanya yang dituduhkan ke Gubernur Kalimantan Timur Suwarna AF hanya tebak-tebakan belaka. Itulah salah satu isi pledoi yang dibacakan kuasa hukum Suwarna, Otto Hasibuan dalam sidang lanjutan ke-18 yang dipimpin Hakim Gusrizal di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 6/3)
Selain itu, Otto juga membantah seluruh tuntutan yang disampaikan JPU yang telah mendakwa Suwarna dengan beberapa perbuatan. Yakni memberikan rekomendasi areal perkebunan sawit, memberikan persetujuan sementara hak pengusahaan hutan tanaman perkebunan (HPHTP sementara), dan memberikan izin pemanfaatan kayu (IPK).
Dalam tuntutannya JPU juga menganggap Suwarna telah memberikan persetujuan prinsip pembukaan lahan dan pemanfaatan kayu, dan memberikan dispensasi atas kewajiban penyerahan jaminan bank (bank garansi) Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi (PSDH-DR) IPK kepada sepuluh perusahaan yang tergabung dalam Surya Dumai Group (SDG) yang dikendalikan oleh Martias atau Pung Kian Hwa.
Bagi Otto Menurut Otto, dari tuntutan tersebut, yang paling aneh adalah kerugian negara yang angkanya tak pasti. Ada disebutkan angka nominal Rp 5.167.723.032, atau setidak-tidaknya Rp 578.028.176.293, dan terakhir setidak-tidaknya Rp 346.823.970.564,24. “Angkanya kami lihat masih tebak-tebakan. Yang juga jadi pertanyaan, apakah betul ada kerugian negara? Siapa yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara itu? Terdakwa atau orang lain,” ungkap Otto yang memberikan judul pledoinya, Mengadili IPK, Menghukum Suwarna.
Tentang kerugian negara ini, Otto menjelaskan bahwa IPK hanya berkewajiban membayar kepada negara berupa PSDH-DR dan tidak ada lagi kewajiban lain dari perusahaan pemegang IPK untuk membayar apa pun kepada negara kecuali PSDH-DR. Termasuk, kata dia, tidak ada kewajiban membayar harga kayu yang ditebang.
“Dari bukti-bukti saksi dan bukti pembayaran dari 11 perusahaan kepada negara, sudah ada surat keterangan lunas dari Kepala Dinas Kehutanan. Nah, kalau PSDH-DR sudah dibayar lunas, maka tentunya tidak ada kerugian negara. Lalu kenapa jaksa masih menyatakan ada kerugian negara,” kata Otto berapi-api.
Kerugian negara, setelah ditelusurinya ternyata didasarkan dengan keterangan saksi ahli dari BPKP. Disebutkan, penerbitan IPK yang dimiliki perusahaan tidak sesuai prosedur {feasibility study}. Sehingga perusahaan tersebut, menurut saksi ahli, harus membayar kerugian senilai harga kayu. Sedangkan PSDH-DR tidak perlu.
“Di sini saksi ahli dan jaksa penuntut umum membuat asumsi bahwa karena penerbitan IPK tidak sesuai prosedur, maka seakan-akan IPK itu tidak sah atau batal demi hukum, dan karenanya perusahaan yang menebang dikategorikan tanpa izin, sehingga negara rugi. Lalu bagaimana dengan PSDH-DR yang telah dinikmati negara,” lebih lanjut Otto membacakan pledoi Suwarna AF.
Karena itulah, Otto Hasibuan beranggapan karena tidak merugikan negara, maka kliennya tidak ada indikasi melakukan korupsi.
Majelis hakim yang diketuai Gusrizal, memberikan kesempatan JPU untuk sidang tanggapan atas pembelaan tim penasihat hukum Suwarna. Dijadwalkan sidang digelar Kamis (8/3).
Sementara itu, Suwarna AF seusai persidangan tak banyak komentar. "Masih ada waktu. Tenang sajalah, pasti nanti akan saya sampaikan. Sekarang ini, semua saya serahkan kepada penasihat hukum”, kata Suwarna tentang janji kejutan dalam pledoi yang akan dibacakannya.
Apa komentar JPU? Salah satu anggota JPU, Firdaus, membantah angka nominal kerugian negara dikatakan plin-plan. Menurutnya, angka Rp 578 miliar adalah pernyataan dari Martias alias Pung Kian Hwa yang merupakan hasil dari penjualan kayu atas terbitnya IPK yang dikeluarkan Gubernur Kaltim Suwarna AF.
Sedangkan jumlah Rp 346 miliar adalah laporan BPKP Kaltim atas kerugian negara yang ditimbulkan dari penerbitan IPK tersebut. “Karena itu, Rp 346 miliar merupakan nilai kerugian negara yang seharusnya dibayar Surya Dumai Group, atas pengolahan kayu di areal tersebut,” kata Firdaus sesuai sidang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved