Sebanyak 4,5 juta hektar (ha) lahan gambut dari sekitar 14,906 juta (ha) luas lahan gambut di Indonesia, saat ini terlantar. Sehingga lahan tersebut ditumbuhi oleh semak belukar, pakis dan alang-alang yang dipengaruhi oleh drainase. Lahan itu pun menjadi tidak produktif dan menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca (GRK).
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) Haryono mengatakan, pemanfaatan lahan gambut saat ini telah menimbulkan polemik sangat luas. Pasalnya, lahan gambut memiliki kemampuan menyimpan dan menimbun karbon dalam jumlah besar, terutama di bawah permukaan tanah. Sehingga setiap perubahan penggunaan lahan gambut menghasilkan emis gas rumah kaca (GRK) yang sangat besar.
“Pemerintah Indonesia telah memberikan berbagai kebijakan untuk dapat menurunkan emisi GRK sebesar 26 persen hingga 2020. Saat ini emisi GRK di Indonesia mencapai 36 persen dan sangat berdampak terhadap gangguan kestabilan iklim global," katanya kepada politikindonesia.com, seusai membuka Kick off Indonesia Climate Change Trust Fund) ICCTF Sektor Pertanian Fase II, di Kantor Badan Litbang Pertanian, Jakarta, Rabu (06/02).
Menurutnya, areal lahan gabut di wilayah Indonesia merupakan terluas di Asia Tenggara. Sehingga menjadi salah satu sumber emisi GRK terbesar. Bahkan, jumlah emisinya akan semakin tinggi bila lahan tersebut tidak dikelola secara tepat. Misalnya, penggunaan drainase yang berlebihan serta penggunaan api dalam pembukaan dan persiapan lahan tanam.
“Untuk mengurangi emisi GRK dan memanfaatkan lahan gambut yang terlantar, kami sudah melakukan konservasi dengan mengembangkan lahan gambut sebagai lahan pertanian dan hutan tanaman industri (HTI) yang produktif. Di antaranya menjadikan lahan gambut sebagai tanaman pangan yang dapat meningkatkan cadangan karbon," ujarnya.
Dipaparkan, untuk mengoptimalkan lahan gambut dengan produktifitas tinggi dengan emisi GRK serendah mungkin, sejak tahun 2010 pihaknya sudah bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui ICCTF sektor pertanian. Saat ini, luas lahan gambut yang menjadi lahan pertanian dan HTI sekitar 4,1 juta ha.
"Sebenarnya, pengembangan lahan gambut sebagai pertanian sudah lama dilakukan, caranya dimulai dari kearifan lokal masyarakat setempat. Namun, dari hasil kerjasama tersebut, kami telah melakukan berbagai penelitian dalam mengembangkan dan mengaplikasikan teknolagi inovasi di lahan gambut yang terlantar. Di antaranya dilakukan di Kalimantan Tengah (Kalteng) Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat (Kalbar), Riau, Jambi dan Papua," ucapnya.
Ditambahkan, kegiatan di Jambi, Riau, Kalsel dan Kalteng merupakan lokasi lanjutan dari ICCTF Fase I. Sedangkan lokasi di Kalbar dan Papua merupakan lokasi baru ICCTF Fase II. Kedalaman rata-rata lahan gambut di sejumlah wilayah itu sekitar 3 meter lebih.
"Basis pertanian yang dikembangan di Riau dan Jambi adalah kelapa sawit. Di Kalteng akan ditanam karet, di Papua sagu. Sementara di Kalbar digunakan untuk produksi berbagai jenis tanaman, mulai dari kelapa sawit, karet, sayuran, buah-buahan dan tanaman pangan seperti jagung yang ditanam bergilir dengan nanas," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved