PDI Perjuangan melihat demokratisasi di Tanah Air terancam. Karena itu, partai yang dipimpin mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini meminta RUU Komponen Cadangan tak dibahas. Mereka khawatir RUU usulan Kementerian Pertahanan itu kelak memberi landasan pada lahirnya militerisasi sipil.
Politisi PDIP Tjahjo Kumolo dan Tubagus Hasanuddin mengemukakan hal tersebut kepada pers, di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Mereka juga melihat masalah itu bukan hal mendesak dan bukan prioritas dalam masa bakti DPR 2009-2014. Kesimpulannya, kata Tjahjo Kumolo, pihaknya meminta pembahasan RUU Komponen Cadangan itu ditunda.
PDIP berpendapat, saat ini masih banyak RUU lain yang harus didahulukan. Terutama yang langsung berhubungan dengan masyarakat banyak. Di antaranya, RUU tentang Keamanan Nasional, RUU tentang Kelautan, dan RUU-RUU lain yang menyangkut banyak hajat rakyat Indonesia.
Menurut Tjahjo Kumolo, dasar pendapat PDIP, Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 yang menegaskan kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan itu diutamakan pada komponen utama. Menyangkut penyiapan komponen cadangan dan komponen pendukung, kata Ketua Fraksi PDIP DPR itu, dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan sumberdaya dan sebagainya.
"Dasar kedua, memang kami mengkhawatirkan adanya militerisasi di masyarakat sipil. Ini akan bisa mengancam proses demokratisasi kita," kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan tersebut.
Dengan begitu, kolega Tjahjo, Tubagus Hasanuddin menganggap RUU usulan pemerintah itu tak perlu dibahas dalam masa bakti DPR yang dipimpin Ketua Marzuki Alie itu. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR itu, lebih baik membina, sekaligus meningkatkan profesionalisme serta kesejahteraan personel tentara yang sudah ada.
"Aneh, kita tidak dalam keadaan perang, prajurit kita pun masih keleleran, alat utama sistem pertahanan tidak terpenuhi, mengapa pula kita harus membuat tentara cadangan?" kata anggota Fraksi PDIP DPR itu kepada pers, di Fraksi PDIP di Gedung Nusantara DPR, Jakarta.
Mengutip data yang dimilikinya, Tubagus menjelaskan, saat ini TNI Angkatan Darat memiliki 317 ribu personel, Angkatan Laut 82 ribu dan Angkatan Udara 34 ribu. Total militer kita diperkuat 413 ribu orang.
RUU Komponen Cadangan memproyeksikan ada 130 ribu personel cadangan untuk Angkatan Darat, 20 ribu Angkatan Laut dan 10 ribu Angkatan Udara. Jumlah seluruhnya 180 ribu, kalau UU itu diberlakukan kelak.
Anggaran Tinggi
Dengan mengacu pada kondisi itu, Tubagus melihat untuk mencapai prajurit profesional dengan 413 ribu plus minimal tambahan tentara cadangan, anggarannya akan sangat tinggi. Untuk kebutuhan utama dengan alutsista saja, sedikitnya Rp50 triliun per tahun minimal 5 tahun.
Tubagus tak bisa membayangkan dari mana memperoleh anggaran untuk menutupi itu semua. Soalnya, proyeksi anggaran ke depan, 2011 saja, kata dia, hanya naik Rp1,5 triliun. Kalau anggaran 2009-2010 itu Rp42,3 miliar, anggaran 2010-2011 mencapai Rp23,8 miliar.
Itu berarti untuk mewujudkan prajurit profesional, dengan persenjataan bagus saja, belum ada bayangan dalam lima tahun ke depan. Karena itu, Tubagus heran kenapa pemerintah berpikiran untuk menyiapkan personel, yang dibahasakannya sebagai 'tentara abal-abal'.
Nantinya, Komponen Cadangan tidak dimasukkan pada batalion-batalion tempur. Mereka akan disiapkan dan di bawah pembinaan Kementerian Pertahanan, yang khusus menangani masalah itu.
"Jadi dengan UU itu kelak, akan ada Kementerian Pertahanan, Kantor Wilayah Dephan di tiap provinsi, dinas dephan di tiap kabupaten. Semua itu, akan membutuhkan banyak dana," ujar Tubagus.
Lalu, laiknya 'tentara cadangan' Komponen Cadangan itu, menurut Tubagus, akan menjalani pembinaan berkala. Semua itu, kata dia, memerlukan biaya tidak sedikit. Yang dikhawatirkannya kelak, bisa saja komponen ini dimobilisasi untuk keperluan politik tertentu.
Yang lebih penting lagi, baik Tubagus maupun Tjahjo melihat, dalam 20 tahun ke depan diperkirakan tidak akan ada perang. Karena itu, mereka mempertanyakan buat apa sebenarnya menyiapkan komponen cadangan dengan kekuatan sampai 180 ribu orang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved