Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Agung Laksono mengharapkan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia mampu menegaskan nasib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selanjutnya. “ Diteruskan atau malah dibubarkan, dan diganti utusan daerah” katanya di gedung Nusantara III DPR RI, Senin (5/2).
Ketua DPR, menilai kewenangan DPD perlu diperinci agar tidak ada lagi kesalahan komunikasi antar DPR dan DPD. MPR, lanjut Agung, harus memperkuat posisi legal dari DPR. Namun memperluas kewenangan DPD hanya bisa dilakukan dengan amandemen konstitusi.
Sementara itu Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Assidiqi seusai konsultasi dengan Pimpinan DPR mengatakan bahwa silang sengketa diantara pejabat Negara melaksanakan UUD sebagian disebabkan oleh karena belum ada kesamaan persepsi diantara penyelenggara Negara tentang UUD dan juga peraturan perundang-undangan laiannya. Hal ini telah membuat rakyat semakin bingung.
Untuk mengurangi kebingungan masyarakat tersebut, lanjut Ketua MK antara lembaga Negara yang bersengketa harus menyelesaikan secara bilateral atau bersama sama. Kalau tidak bisa diselesaikan diajukan ke MK, karena MK dibentuk untuk memutus sengketa lembaga Negara. “Jangan biarkan sengketa para penyelenggara negara itu dipertentangkan di media tanpa penyelesaian. Rakyat akan makin tambah bingung”, tegasnya.
Jimly, berpendapat bahwa di tengah musibah yang melanda bangsa Indonesia, rakyat semakin susah dan menjadi bingung. “ Sehingga ide kembali ke UUD asli itu sepertinya masuk akal. Itu berbahaya, “ tandas Ketua MK.
Meyinggung tentang rencana revisi berbagai peraturan perundangan, seperti UU MK, MA dan KY, Ketua MK berpendapat sebaiknya lembaga-lembaga tersebut dilibatkan, kecuali MK. Karena, lanjut Jimly, MK tidak boleh terlibat dalam pembahasan Rancangan Undang-undang, MK baru boleh mulai bekerja kalau sudah menjadi Undang-undang, itupun kalau jadi perkara di MK. “Kita manut saja sama yang membuat undang undang, kita tunduk,” tambah Jimly Assidiqi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved