Aktifitas Gunung Merapi di Magelang, Jawa Tengah terus meningkat. Asap tebal terus mengepul dari puncak Gunung Merapi dengan jarak luncur lebih dari 600 meter. Aktifitas vulkanik ditandai dengan guguran lava mencapai 117 kali serta gempa multifase sebanyak 376 kali dalam sepekan terakhir. Warga siap mengungsi jika Merapi benar-benar meletus.
Dituturkan petugas penjagaan Pos Merapi Sapari di Desa Ngepos, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (16/10), peningkatan frekuensi guguran lava bahkan telah mencapai 800 meter, turun dari puncak.
Dari 117 kali guguran sebanyak tujuh kali guguran terdengar sangat keras. Akan tetapi tidak terjadi perubahan pada morfologi puncak. Warga yang tinggal di kawasan rawan bencana, diimbau untuk lebih waspada. Warga harus siap, sewaktu-waktu mengungsi.
Petugas menyarankan warga di sepanjang sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam radius tujuh kilometer dari puncak Gunung Merapi untuk menghentikan aktifitas. Meski aktivitas vulkanik Gunung Merapi terus meningkat status Merapi masih tetap waspada.
Siap Mengungsi
Menanggapi peningkatan aktivitas vulkanik Merapi itu warga sekitar lereng gunung itu menyatakan siap mengungsi. Mereka tinggal menunggu komando petugas. "Tentu kalau memang sudah dianggap kritis, kami akan mengungsi ke tempat aman," kata Paridi, 68, warga Dusun Tangkil, Desa Ngargomulyo, Sabtu.
Dikatakan Paridi, warga setempat yang berjumlah sekitar 60 kepala keluarga dan tinggal sekitar delapan kilometer barat puncak Merapi itu, memiliki kearifan lokal dalam menyikapi erupsi Merapi.
Merapi berada di fase erupsi terakhir pada pertengahan 2006 antara lain ditandai dengan semburan awan panas, luncuran lava pijar, hujan abu, dan guguran material secara intensif. "Kalau seperti sekarang yang masih status Waspada. Ini belum apa-apa, masyarakat masih beraktivitas seperti hari-hari biasa, mencari rumput, kayu bakar, bekerja di sawah dan ladang, seperti biasa meskipun mulai lebih banyak memperhatikan puncak Merapi," paparnya.
Biasanya, katanya, warga setempat akan memperhatikan secara saksama setiap perkembangan fase erupsi Merapi antara lain melalui berbagai tanda alam dan peringatan dari pemerintah.
Dikemukakannya, pemerintah kabupaten telah menyiapkan berbagai keperluan untuk pengungsian warga lereng Merapi. "Setidaknya memang lima tahun sekali Merapi meletus, kami memperhatikan soal itu," ucapnya.
Parto Parsin, 82, yang mengaku, mengalami letusan besar Merapi pada era 1930-an dan 1960-an mengemukakan, para pendahulu dusunnya berpesan, kalau Merapi sedang `bekerja` supaya warga tetap tenang, ikut prihatin dan selalu berdoa, memerhatikan situasi. "Tidak boleh bicara sembarangan, supaya tidak menjadi korban," tuturnya.
Masyarakat setempat, lanjutnya, menyebut fase erupsi Merapi sebagai "Mbahne lelaku", maksudnya penguasa alam gaib di puncak Merapi sedang bekerja. Ia mengaku, beberapa kali mengungsi ke desa di kawasan yang lebih aman ketika Merapi meletus.
Warga, menurut dia, mulai bersiap mengungsi jika sudah mengetahui kemungkinan arah letusan gunung itu. Arah letusan Merapi mulai bisa ditentukan ketika sudah terlihat posisi titik api diam di puncak Merapi.
Ia mengatakan, tidak semua warga harus mengungsi saat Merapi meletus. Mereka yang laki-laki dewasa dan kuat harus tetap di rumah untuk menjaga dan memberi makan ternak.
Sutar, 39, seorang petani warga Dusun Grogol, Desa Mangunsuko, Magelang, mengatakan, erupsi Merapi sebagai berkah atas petani setempat yang tinggal sekitar 11 kilometer barat puncak gunung itu.
"Kami menganggap kalau Merapi meletus itu sebagai berkah dan karya Tuhan yang selalu ingin kami saksikan. Tetapi ada saatnya kami anggap sebagai bahaya, sehingga warga harus mengungsi," ujarnya. Abu Merapi menyuburkan lahan pertanian mereka.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Penanggulangan Bencana Pemerintah Kabupaten Magelang Eko Triyono mengatakan, pemkab setempat mulai melakukan berbagai persiapan untuk menghadapi fase erupsi Merapi.
Sedikitnya, dana sekitar tiga miliar rupiah telah disiapkan pemkab setempat terutama untuk menangani pengungsian warga berasal dari berbagai desa yang rawan letusan Merapi. Jumlah posko penanganan pengungsi ditambah dari 32 menjadi 52 unit.
© Copyright 2024, All Rights Reserved