Upaya Suciwati melibatkan pihak internasional dalam mengungkap kasus pembunuhan terhadap atas suaminya, aktivis HAM Munir, mendapat tanggapan dari banyak pihak. Suciwati melakukan kunjungan ke AS baru-baru ini dan menemui sejumlah aktivis HAM di New York dan Washington DC untuk mendorong penuntasan kasus pembunuhan suaminya. Beberapa pihak justru menilai upaya itu sebagai tindakan negatif yang tidak seharusnya dilakukan Suciwati.
Seperti yang terlontar dari mulut Fadli Zon, Direktur Eksekutif Institute for Policy Studies (IPS) di Jakarta. Fadli menilai Amerika Serikat dan PBB tidak perlu ikut campur dalam menangani kasus kematian Munir. Lebih jauh, Fadli menilai tindakan Suciwati melaporkan kasus Munir kepada AS dan PBB, sebagai langkah yang sangat negatif.
"Memuakkan kalau kasus ini dilaporkan ke AS dan PBB. AS adalah pelanggar Hak Asasi Manusia nomor satu di dunia, kok mau mengurusi HAM di negara lain," katanya.
Fadli mengatakan AS telah melakukan pelanggaran HAM dengan membunuh 650.000 warga Irak dan ratusan ribu warga lain di berbagai negara. Ia menilai seharusnya AS mempertanggungjawabkan hal itu ketimbang mengurusi kasus seorang Munir saja.
"AS hingga kini bungkam atas pembantaian ribuan manusia di Lebanon, Palestina, Kashmir, Thailand, dan Tiananmen. Jadi kita perlu bertanya siapa sebenarnya Munir, {kok} bisa lebih penting dari ratusan ribu orang yang meninggal di bantai di berbagai negara," katanya.
Menanggapi pernyataan Koordinator Kontras, Usman Hamid yang ikut dalam kunjungan itu tentang pejabat PBB yang menangani masalah HAM berjanji akan mengirim surat kepada pemerintah RI agar kasus Munir segera dituntaskan, dan bahkan bersedia datang ke Indonesia untuk membantu proses pengungkapan, Fadli melihatnya sebagai sesuatu yang berlebihan. "Intervensi PBB seharusnya berdasarkan undangan pemerintah Indonesia dan bukan atas kehendak PBB sendiri," katanya.
[Kedaulatan Indonesia]
Sementara itu pihak pemerintah, Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono mengungkapkan pemerintah Indonesia meminta kepada Kongres Amerika Serikat (AS) untuk menghormati kedaulatan hukum Indonesia dalam mengungkap kasus pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir.
"Kami berterima kasih, atas perhatian dan kepedulian Kongres terhadap pengungkapan kasus munir. Tetapi, mereka juga harus menghormati kedaulatan hukum kita," katanya .
Ia mengatakan pengungkapan kasus pembunuhan Munir terus dilakukan baik oleh Kejaksaan Agung dan kepolisian untuk mencari pelaku pembunuhan. Jadi, pemerintah dan aparat penegak hukum terus melakukan penyelidikan, tanpa harus ada desakan terlebih dulu dari Kongres AS.
"Ada tidaknya desakan Kongres AS investigasi tetap dilakukan dan prosesnya tengah berjalan. AS harus menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan dan kepolisian kita," kata Juwono.
Lebih jauh, Juwono menegaskan, penegak hukum di Indonesia mampu menangani kasus kematian Munir dan tidak perlu ada intervensi dari Tim PBB maupun AS. "Saya yakin penegak hukum di sini masih bisa menangani, jadi tidak perlu dari pihak luar," kata Juwono usai acara halal bihalal di gedung Departemen Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2006).
Namun demikian, Juwono mengaku tidak ada kekhawatiran jika tim PBB atau Amerika datang ke Indonesia. "Tetapi menurut hukum internasional, kedaulatan negara setempat diutamakan. Hanya apabila gagal dan tidak mampu, baru kepedulian masyarakat internasional diutamakan," ujarnya.
"Kita tetap perhatikan dan hargai pendapat pihak luar namun kedaulatan hukum tetap di tangan kita," cetus Juwono.
© Copyright 2024, All Rights Reserved