Kementerian ESDM menuding PT Perusahaan Listrik Negara lalai dalam berbisnis terkait padamnya aliran listrik di Nias. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, PLN wajib menerangi wilayah usahanya.
Namun, faktanya sejak Jumat (01/04 hingga Minggu (03/04), masyarakat Nias merasakan kegelapan akibat pemadaman listrik bergilir.
PLN dianggap menunggak pembayaran sewa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan perusahaan Amerika Serikat APR Energy.
Adapun PLN meneken kontrak dari Maret 2014 sampai Maret 2016 dengan APR Energy atas pemasangan dua genset di PLTD Moawo berkapasitas 10 Megawatt (MW) dan PLTD Lasar Idanoi 10 MW.
“Padamnya listrik di Nias murni kelalaian PLN. Ini menjadi tanggung jawab PLN. Secara regulasi, PLN wajib menyediakan listrik di daerah usahanya," kata Direktur Pembinaan Usaha Program Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul di Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Senin (04/04).
Saat ini, beban puncak listrik di Nias berkisar 24 MW. Sepenuhnya kontrak PLTD yang diserahkan kepada APR Energy berkapasitas 20 MW. "Semua listrik di Nias berasal dari kontraktor. Pembangkitnya oke, hanya kontraktor saja matikan pembangkitnya, kata Alihuddin.
Menurut Alihuddin, mestinya PLN memiliki antisipasi jauh-jauh hari makanya pemerintah meminta PLN segera melaporkan kejadian pemadaman ini. Hanya, hingga saat ini PLN belum juga melapor. "Kami minta listrik harus tetap menyala di sana," tegas Alihuddin.
Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Parlindungan Purba menilai tidak beroperasinya dua PLTD di Nias sebagai bentuk boborknya manajemen PLN.
Ketidakcakapan manajemen PLN ini juga terlihat lantaran kontraktor merasa dirugikan dalam kerjasama penyewaan PLTD ini. Efeknya, kontraktor enggan mengoperasikan pembangkit.
Parlindungan mengklaim telah mengingatkan PLN akan berakhirnya kontrak sewa dua PLTD. Peringatan dilakukan menyusul berbagai pertemuan dengan pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan di Nias.
"Saya ingatkan 7 Februari, 1 Maret dan 14 Maret. Itu mau habis kontrak. Namun manajemen PLN abai sehingga imbasnya, masyarakat Nias tak tidak memperoleh akses setrum," kata Parlindungan.
Direktur Bisnis Regional Sumatera PLN Amir Rosidin berdalih hingga saat ini PLN tidak memiliki tunggakan penyewaan dua genset PLTD di Nias. Adapun kontraknya pada Maret 2014-Maret 2015 sebesar 2x10 MW antara PT Kutilang Paksi Mas dan APR Energy sudah dibayar sebesarRp 9 miliar. Kontrak selanjutnya adalah Maret 2015-Maret 2016.
"Pembayaran kontrak tahap dua (tahun kedua) 1 April 2016 Rp9 miliar sudah dilakukan, maka kewajiban PLN sebagai penyewa terpenuhi," ujar Amir.
Amir mengatakan, untuk tahun ketiga, pihaknya juga sudah menyampaikan untuk memperpanjang kontrak selama satu tahun (Maret 2016-Maret 2017).
"Pada prinsipnya mereka mau perpanjangan kontrak. Tapi 23 Maret 2016 mereka menyatakan tidak mau perpanjangan dengan alasan PLN ada masalah pembayaran dengan mereka di kontrak lain di Tanjung Morawa dan Kualanamu," jelas Amir.
Padahal, Kontrak di Tanjung Morawa dan Kualanamu yang disebut oleh APR Energy bermasalah pembayarannya alias menunggak adalah kontrak antara PLN dengan PT Prastiwahyu Trimitra Engineering, bukan kontrak dengan APR Energy.
Di sisi lain, kata Amir, saat ini PLN telah mendapatkan pasokan pengganti untuk menyuplai setrum di Sumatra Utara, yakni pasokan setrum dari PLTU Nagan Raya sebesar 2x100 megwatt dan PLTU Pangkalan Susu 2x100 MW lantaran tidak mendapat kontrak untuk menyuplai sebagian setrum di Sumatra Utara ini yang diduga jadi satu sebab pemadaman setrum di Nias.
© Copyright 2024, All Rights Reserved