Indonesia tidak ingin hubungan harmonis antara Negara-negara Perhimpunan Asia Tenggara (ASEAN) dengan Cina menjadi retak karena isu-isu sensitif, seperti sengketa teritorial di Laut China Selatan. Belakangan ini, Indonesia aktif mengerahkan pendekatan diplomasi untuk mencegah keretakan tersebut.
Sikap Indonesia itu disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, dalam wawancara dengan kantor berita Reuters, di sela-sela kunjungannya di Ibukota Kanada, Ottawa, Kamis (23/08) waktu setempat.
Indonesia menyadari masih ada perbedaan pandangan di kalangan anggota ASEAN soal bagaimana menyikapi polemik dengan Cina soal isu Laut China Selatan. Ini yang membuat mereka, untuk kali pertama dalam sejarah ASEAN, gagal merumuskan Komunike Bersama dalam pertemuan tingkat Menlu di Kamboja Juli lalu. “Itu tidak bagus...Kami perlu berupaya lebih baik di lain waktu," ujar Marty.
Perbedaan pandangan di kalangan ASEAN itu tak lepas dari meningkatnya pengaruh China di Asia Tenggara. Beijing telah menjalin hubungan yang lebih erat dengan beberapa anggota ASEAN, seperti Kamboja dan Myanmar.
Akan tetapi, untuk isu Laut China Selatan, Tiongkok bersengketa dengan Filipina dan Vietnam, yang sama-sama mengklaim beberapa pulau dan batas laut di perairan tersebut. Situasi itulah, yang membuat ASEAN belakangan ini terlihat tidak solid dalam membuat sikap bersama terkait sengketa di Laut China Selatan.
Anggota ASEAN lain, Brunei Darussalam, juga berkepentingan atas klaim batas wilayah di Laut China Selatan, walau belum terlihat terlibat sengketa langsung dengan Beijing. Kaya akan hasil laut dan sumber energi, tidak heran bila Laut China Selatan menjadi rebutan sejumlah negara pesisir di sekitarnya.
Masyarakat internasional khawatir sengketa itu berkembang menjadi lahan konflik baru dan mengancam stabilitas dunia. Indonesia, ujar Marty, tidak ingin adanya instabilitas kawasan terkait konflik di Laut China Selatan.
Kata Marty, pada dasarnya tidak ada satu negara pun di Asia Tenggara maupun di Asia Timur yang sengaja "bersikap agresif" atas masalah itu sehingga akan merusak hubungan internasional yang damai di kawasan. Yang dikhawatirkan, adalah risiko salah perhitungan atau salah persepsi dan aksi yang menyebabkan reaksi balasan dan efek berantai.
Dikatakan Marty, sebagai anggota ASEAN, Indonesia tengah mengupayakan instrumen untuk mengatasi masalah itu. Salah satunya adalah membuat tata perilaku (code of conduct) yang bersifat mengikat atas Laut China Selatan. Aturan ini menjamin bila ada satu negara yang terlibat menahan diri, yang lain juga akan mengikuti.
“Kami ingin jangan ada prasangka buruk antara satu dengan yang lainnya dan pada akhirnya masuk dalam lingkaran setan. Inilah yang Indonesia lakukan," tegas Marty.
Dikatakan Marty, Indonesia ingin mengimbau, “Mari bersikap tenang, jangan gegabah berada di jalur yang tidak kita inginkan.' Hindari tipe mentalitas ala Perang Dingin, seolah-olah ada masalah-masalah baru.”
© Copyright 2024, All Rights Reserved