Panitia Kerja rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan pemerintah sepakat untuk memasukan tindak pidana korupsi ke dalam KUHP. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan dengan hal ini dan ingin delik korupsi tetap diatur diluar KUHP.
“Kalau di KUHP untuk mengubah itu sangat sulit karena KUHP itu kodifikasi," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/06).
Selain aturan soal tindak pidana korupsi, Laode juga menyarankan, ketentuan tentang kejahatan narkotik dan terorisme juga lebih tepat diatur dalam UU tersendiri diluar KUHP.
Laode khawatir masuknya delik tindak pidana korupsi, terorisme dan narkotika ke dalam KUHP akan membuat KPK maupun lembaga lain yang terkait terorisme dan narkotik kehilangan sifat kekhususannya atau lex specialis-nya.
“Kami berpikir BNN maupun KPK berharap itu diatur di luar KUHP. Itu harapan kami. Sudah kami sampaikan ke Kemenkumham tapi belum ada update-nya," ucap Laode.
Sebelumnya, sempat terjadi perdebatan panjang antara KPK, pemerintah, dan DPR dalam memutuskan apakah delik tindak pidana korupsi masuk dalam KUHP atau tidak.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan alasan dimasukannya tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP adalah untuk membangun sistem hukum pidana yang baik dan benar. Sebab, tindak pidana korupsi sebagai lex specialis memerlukan lex generalis dalam hukum pidana.
Yasonna menepis kekhawatiran bahwa KPK akan kehilangan kewenangannya lantaran tindak pidana korupsi diatur dalam KUHP. Yassona menjamin, aturan itu tidak akan menghapus sifat lex specialis KPK.
© Copyright 2024, All Rights Reserved