Putusan Mahkamah Agung (MA) memperkuat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan kubu Djan Faridz dalam sengketa dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan kubu Romahurmuziy (Romi). Meski demikian, kubu Romi menyatakan, selama SK Menkumham belum dicabut, pihaknya adalah yang sah memimpin PPP.
Terkait putusan MA tersebut. Ketum PPP hasil Muktamar Surabaya, Romi, menyampaikan 5 poin sikapnya.
"Bahwa sampai saat ini kami belum bisa memberikan tanggapan hukum sampai diterimanya salinan putusan tersebut," ujar Romi.
Romi menyatakan, apapun hasil Putusan Kasasi MA, secara hukum tidak bisa digunakan sebagai dasar keabsahan kepengurusan, apa yang menyebut dirinya sebagai Muktamar VIII PPP di Jakarta tahun 2014.
"Bahwa kepengurusan hasil apa yang menyebut dirinya sebagai Muktamar VIII PPP di Jakarta tahun 2014 di bawah Djan Faridz, tidak pernah mendapatkan keabsahan dari institusi negara/lembaga manapun, termasuk oleh adanya Putusan Kasasi ini. Karenanya yang bersangkutan tetap tidak berhak menyatakan dirinya untuk dan mewakili PPP pada tingkatan apapun," sebut Romi.
Ia menyatakan, roda organisasi PPP tetap berjalan sebagaimana adanya di bawah kepemimpinan Muktamar VIII PPP di Surabaya, sampai adanya pencabutan SK Menkumham tanggal 28 Oktober 2014 tentang Susunan Pengurus PPP hasil Muktamar VIII PPP oleh Menteri Hukum dan HAM RI yang memiliki hak berdasarkan undang-undang.
Romi meminta agar fungsionaris PPP tetap tenang terkait putusan MA tersebut. "Menyerukan kepada seluruh fungsionaris PPP untuk tenang, tetap kompak, dan menunggu arahan selanjutnya," tandas Romi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved