Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun melaporkan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Boyamin membuat aduan secara elektronik ke KPK mengenai dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi Kaesang Pangarep. Yakni terkait penggunaan jet pribadi yang viral akhir-akhir ini.
Dalam aduannya, Boyamin Saiman turut melampirkan dokumen nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kota Solo dengan PT Shopee International. MoU itu ditandatangani Gibran Rakabuming Raka saat menjabat Wali Kota Surakarta.
"Isinya adalah perjanjian kerja sama pengembangan UKM di Solo. Salah satu bentuk yang terlihat sekarang itu Shopee itu punya kantor dan tempat untuk gaming di atas lahan Pemkot Solo di Solo Teknopark," kata Boyamin, Rabu (28/8/2024).
Boyamin turut memperlihatkan laporan yang telah dikirim ke KPK via surat elektronik atau e-mail. Dokumen MoU tersebut bisa membantu KPK mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
"Karena Kaesang adik Gibran Rakabuming Raka, yang mana dalam petunjuk teknis itu kan juga menyangkut anak dan istri, dan berarti juga saudaranya yang mendapatkan fasilitas tiket pesawat itu juga bisa dikategorikan dugaan gratifikasi," kata Boyamin.
Boyamin mengatakan, laporan tersebut diserahkan dalam rangka menyambut positif pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang memerintahkan Direktur Gratifikasi untuk menindaklanjuti informasi yang berkembang di masyarakat.
"Kenapa Kaesang kok dikaitkan dengan Gibran? Ya, karena irisannya di situ. Kaesang adiknya Gibran dan diduga pesawat itu kan juga terkait dengan PT Shopee. Semangat saya hanya membantu KPK untuk memperjelas perkara ini, apakah ada gratifikasi atau tidak. Kalau tidak ya sudah klir," kata Boyamin.
Sementara itu, Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun (Ubed), melaporkan gaya hidup mewah Kaesang menguatkan dugaan korupsi yang telah disampaikannya kepada KPK 2,5 tahun lalu.
Padahal, kata Ubed, KPK telah mengarsipkan laporan dimaksud karena dinilai belum cukup bukti.
"Kami datang ke sini (KPK) karena melihat informasi secara valid bahwa putra presiden namanya Kaesang Pangarep itu menunjukkan gaya hidup mewah dengan menaiki private jet," kata Ubed.
Menurut Udeb, dari fenomena tersebut"ada pertanyaan besar, dari mana kekayaan putra presiden itu sampai sedemikian mewah hidupnya.
"Karena laporan kami yang 2,5 tahun lalu, kami ingin agar itu dibuka dan yang bersangkutan (Kaesang) dipanggil," kata Ubed.
Untuk itu, Ubed meminta KPK menindaklanjuti keresahan yang ada di masyarakat mengenai gaya hidup mewah tokoh publik di tengah situasi yang tidak pasti.
Ubed membandingkan dengan kasus gaya hidup mewah keluarga dari mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono. Saat itu, KPK dinilai bertindak cepat memproses informasi yang berkembang di masyarakat.
"KPK itu kan adalah lembaga yang bekerja berdasarkan Undang-undang. Maka seharusnya KPK menjalankan Undang-undang itu. Jadi, tidak tebang pilih ya," kata Ubed.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, mengatakan, KPK diberi wewenang untuk menangani kasus dugaan korupsi termasuk gratifikasi yang melibatkan penyelenggara negara ataupun pegawai negeri.
Dalam kasus ini, kata Tessa, tim dari Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) dan Ditektorat Gratifikasi akan melakukan penelaahan lantaran Kaesang berada di keluarga yang merupakan penyelenggara negara.
"Ada batas waktu 30 hari bagi pihak yang diduga menerika gratifikasi untuk menjelaskan," kata Tessa.
Tessa memastikan KPK akan bekerja dengan hati-hati dan sesuai kerangka hukum sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Penerimaan gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Terdapat ancaman pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak melaporkan gratifikasi yakni pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun, penerimaan gratifikasi dapat tidak dianggap sebagai perbuatan pidana apabila dilaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak gratifikasi diterima.
"Siapa tahu dalam waktu 30 hari ini yang bersangkutan dengan sukarela memberikan laporan kepada KPK bahwa 'ini loh saya menggunakan fasilitas ini sah dan segala macam'. Ini kan masih memungkinkan. Jadi, kita tunggu saja sama-sama," kata Tessa. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved