Di bidang kesehatana, hingga saat ini Indonesia masih hadapi masalah triple burden. Indonesia masih menghadapi tingginya penyakit infeksi, penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit yang seharusnya sudah teratasi muncul kembali. Ini menjadi tantangan pembangunan kesehatan Indonesia.
Demikianlah dikatakan Menteri Kesehatan Nila Djuwita Moeloek kepada politikindonesia.com, usai menggelar upacara peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-52 di Kantor Kementerian Kesehatana, Jakarta, Senin (14/11).
Menurutnya, dari data Global Burden of Disease 2010 dan Health Sector Review 2014, disebutkan kematian yang diakibatkan PTM, yaitu stroke menduduki peringkat pertama. Padahal 30 tahun lalu, penyakit menular seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), tuberkulosis dan diare merupakan penyakit terbanyak dalam pelayanan kesehatan.
"Pergeseran pola penyakit ini, ditengarai disebabkan perubahan gaya hidup masyarakat. Sehingga triple burden menjadi ancaman bagi bangsa karena penduduk usia produktif dengan jumlah besar seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan. Sayangnya, kontribusi itu terancam akibat terganggunya kesehatan oleh PTM dan perilaku hidup tidak sehat," ujarnya.
Dijelaskan, pencegahan penyakit menular maupun penyakit tidak menular sangat bergantung pada perilaku masing-masing individu. Selain itu juga tak ketinggalan dukungan kualitas lingkungan, ketersediaan sarana dan prasarana, peningkatan pelayanan kesehatan, menciptakan sumber daya kesehatan yang berkualitas serta dukungan regulasi.
"Kini, memang sudah ada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosia (BPJS) Kesehatan. Namun, anggaran banyak terserap untuk membiayai penyakit katastropik. Di antaranya penyakit jantung koroner, gagal ginjal kronik, kanker dan stroke," tegasnya.
Terlebih lagi, lanjutnya, pelayanan kesehatan peserta JKN masih didominasi pembiayaan kesehatan di tingkat lanjutan atau rumah sakit dibandingkan di tingkat dasar setingkat puskesmas. Di mana, biaya pengobatan jauh lebih besar. Sehingga fakta ini perlu ditindaklanjuti karena berpotensi menjadi beban yang luar biasa terhadap keuangan negara.
"Upaya mengurangi beban anggaran harus sejalan dengan perubahan perilaku masyarakat untuk lebih berparadigma dan menerapkan pola hidup sehat. Oleh sebab itu, pentingnya perubahan pola hidup masyarakat ini mendasari prioritas pembangunan kesehatan pada periode 2015–2019 melalui program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga," paparnya.
Ditambahkan, penyelenggaraan program ini memiliki 12 indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah keluarga. Yaitu keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB), ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Selain itu, bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan.
"Indikator lainnya, ialah penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar, penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur, penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan. Masyarakat juga harus melarang anggota keluarga untuk tidak ada yang merokok, keluarga sudah menjadi anggota JKN, keluarga mempunyai akses sarana air bersih, dan keluarga menggunakan jamban sehat," jelasnya.
Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga ini, kata Menkes, dilaksanakan secara bertahap dan diharapkan rampung akhir 2019. Di 2018, pihaknya memfokuskan pada 9 provinsi prioritas, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Berdasar pengalaman dari 9 provinsi prioritas tersebut akan menggerakkan provinsi lain untuk melaksanakan di wilayahnya.
"Di samping itu, akan diluncurkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), yakni tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved