Indonesia adalah negara yang lebih bebas dibandingkan dengan Australia. Di Indonesia sudah tidak ada lagi rasa takut dalam mengungkapkan pendapatnya. Demikian sindiran delegasi Komisi I DPR RI dalam pertemuan dengan LSM Australia di Melbourne. Sindiran itu dikemukakan Komisi I menanggapi pertemuan yang dilangsungkan secara tertutup itu.
Acara yang diorganisir jaringan LSM Asialink dan dipandu oleh Arief Budiman itu berlangsung secara tertutup atas permintaan para undangan. Alasannya, agar mereka dapat lebih bebas mengungkap berbagai permasalahan secara kritis dan tajam tanpa adanya rasa takut.
Ikut dalam pertemuan itu kalangan akademisi, rohaniwan, dan LSM Australia, seperti LSHAM Papua, Asia Pacific Human Rights Network dan Australia West Papua Association.
Delegasi Komisi I sendiri dipimpin oleh Muhammad AS Hikam (PKB) dengan sejumlah anggotanya, yakni Yusron Ihza M (PBB), Yuddy Chrisnandi (Golkar), Boy W. Saul (Partai Demokrat) dan Fadloli Hazaimi (PPP).
Pada kesempatan itu, AS Hikam menyampaikan maksud kunjungan delegasi ke Australia adalah untuk mempercepat upaya pemerintah dalam memperbaiki hubungan bilateral Australia-Indonesia.
Sedangkan keinginan para delegasi untuk bertemu dengan berbagai kalangan di Australia -- yang dikatakan oleh media massa sebagai ‘kritis’ terhadap Indonesia -- adalah sebagai "good will gesture" dan untuk memperoleh data akurat terhadap berbagai masalah yang terjadi di Indonesia, termasuk masalah pelanggaran HAM.
Selain membahas masalah status hubungan bilateral Indonesia-Australia, pertemuan juga membahas kasus 43 WNI pencari suaka asal Papua dan sejumlah masalah pelanggaran HAM di Indonesia.
Bertempat di Carrilo Gantner Theater, Universitas Melbourne, delegasi Komisi I juga mengadakan dialog terbuka dengan 100 peserta yang terdiri dari kalangan mahasiswa, akademisi dan publik umum Melbourne yang peduli dengan masalah hubungan bilateral RI-Australia, dengan dipandu oleh Arief Budiman.
Sejumlah topik yang didiskusikan melalui tanya jawab terbuka di antaranya tentang ikhwal hubungan bilateral kedua negara, seperti kasus 43 WNI pencari suaka asal Papua, pelanggaran HAM di Indonesia, reaksi publik Australia atas pembebasan Abu Bakar Ba`asyir dan sikap Pemerintah RI atas kerusuhan di Timor Leste serta langkah-langkah yang akan dilakukan DPR dalam menindaklanjuti kunjungannya di Australia.
Para anggota delegasi menegaskan sikapnya bahwa penyelesaian berbagai persoalan Papua harus berada dalam kerangka NKRI.
Pada kesempatan tersebut, segenap peserta dapat memahami bahwa hubungan bilateral kedua negara yang harmonis perlu terus dibina dan dikelola serta harus "go beyond" dari masalah pencari suaka asal Papua maupun pembebasan Abu Bakar Ba`asyir.
Sementara itu, Yuddy Chrisnandi menegaskan bahwa masalah Papua merupakan salah satu isu diantara berbagai persoalan yang mempengaruhi hubungan bilateral RI-Australia, seperti masalah "illegal fishing", "people smuggling", "Maritime Identification Zone", dan perdagangan obat bius.
Untuk itu, katanya, kedua negara perlu membangun dasar kerangka kerja sama agar setiap menyikapi persoalan tidak tambal sulam.
Terkait reaksi masyarakat Australia tentang pembebasan Abu Bakar Basyir, baik Yuddi maupun Hikam meminta publik Australia agar menghormati hukum di Indonesia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved