Kebijakan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang berencana mendirikan pulau sampah mendapat kritik keras. Ide Heru tersebut dinilai tidak memiliki alasan yang kuat.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak. Melalui siaran pers CESS mengatakan Heru gagal mengelola sampah di Jakarta selama menjadi Pj Gubernur DKI Jakarta sejak Oktober 2022.
“Ide tersebut membuktikan Pj Gubernur Heru Budi kewalahan dan gagal mengatasi masalah sampah di Jakarta sehingga mencoba mencari pengalihan untuk menutupi kegagalan itu," kata Ali dalam keterangan tertulisnya yang diterima Senin (26/5/2024).
Meskipun telah mengambil berbagai langkah dan kebijakan untuk mengatasi masalah sampah di Jakarta, penumpukan sampah di Jakarta masih menjadi masalah serius yang belum terpecahkan.
Berdasarkan data capaian kinerja pengelolaan sampah di SIPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbunan sampah di DKI Jakarta dalam dua tahun terakhir terus meningkat, sedangkan jumlah sampah yang tertangani semakin berkurang.
Mengutip data SIPN, sepanjang 2023 timbulan sampah di DKI Jakarta meningkat menjadi 3,14 juta ton, dari sebelumnya 3,11 juta ton pada tahun 2022.
Sedangkan jumlah sampah yang dikelola turun dari 2,29 juta ton menjadi 2,27 juta ton pada tahun 2023.
Ali menilai, tidak heran rencana Heru Budi untuk melakukan kajian pembangunan proyek pulau sampah di Jakarta ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, pada pertengahan Agustus lalu.
Dia juga mendukung pendapat DPRD DKI Jakarta yang meminta Heru Budi fokus dan serius mengatasi masalah sampah dengan program-program yang telah dibuat oleh Pemda DKI sebelumnya.
Seperti diketahui, pada 15 Agustus 2024 lalu, Komisi D DPRD DKI Jakarta menolak pengajuan anggaran kajian pembangunan pulau sampah karena pulau pengolahan sampah itu akan didirikan dengan konsep yang sama dengan pulau reklamasi. Sementara itu, kajian atas pulau reklamasi hingga kini disebut masih tidak jelas. Ali menilai program penanganan masalah sampah di DKI Jakarta yang dijalankan oleh Pj Gubernur Heru Budi tidak sesuai dengan praktik terbaik (best practice) di kota-kota besar di dunia.
Heru Budi, yang masih mendorong pembangunan fasilitas pabrik pengolah sampah dengan metode Refused-Derived Fuel (RDF) di Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat dan di Rorotan, Jakarta Utara dinilai tidak tepat untuk kota sebesar Jakarta.
“RDF plant hanya cocok untuk kota kecil dengan volume sampah terbatas, karena RDF hanya dapat mengolah sampah 30 persen, sisanya menjadi residue yang harus diolah kembali,” jelas Doktor Universitas Indonesia (UI), yang menulis disertasi dan publikasi tentang teknologi pengolahan sampah untuk energi (waste to energy).
Dengan volume sampah yang besar hingga sekitar 8.000 ton per hari, menurut Ali, pemprov DKI Jakarta perlu mengatasi timbulan sampah yang terus meningkat dengan teknologi insinerator atau pembakaran tuntas dan cepat, seperti halnya di kota-kota besar di dunia seperti Jepang, Singapura, dan sejumlah negara maju lainnya.
“Dengan teknologi insenerator yang sekarang semakin maju dan dikategorikan lebih ramah lingkungan, sampah habis diurai dan diolah, bahkan bisa dikonversi menjadi energi listrik,” tutur Ali. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved