Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) memberikan remisi kepada 577 narapidana anak pada Hari Anak Nasional tahun 2016. Remisi diberikan kepada anak yang berada di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di seluruh Indonesia.
Hal itu disampaikan Sekjen Kemenkum HAM Bambang Rantam Sariwanto saat membacakan sambutan Menkum HAM Yasonna Laoly di acara Konsultasi Teknis Model Pendidikan Layanan Khusus di Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Graha Pengayoman, Jakarta, Selasa (02/08).
Pemberian remisi itu sebagai bentuk apresiasi kepada para anak yang bermasalah dengan hukum atas kelakuan baik yang mereka lakukan selama menjalani hukuman. Indikator kelakuan baik tersebut dimulai sejak awal anak mulai masa pidana dengan memperhatikan hasil evaluasi dan rekomendasi dari pihak LPAS dan LPKA.
“Indikatornya mencakup keikutsertaan anak dalam setiap program pembinaan yaitu pembinaan kepribadian, pelatihan dan pendidikan. Pembinaan dan pendidikan anak difokuskan pada pendidikan berbasis budi pelkerti. Diharap mampu membentuk karakter yang kuat sehingga anak bisa lebih percaya diri dan mandiri saat kembali ke masyarakat," kata Bambang.
Ia menjelaskan, sejak adanya UU nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak, terjadi penurunan anak yang saat ini berada di LPAS dan LPKA. Di tahun 2012, ada 5.338 anak yang berada di LPAS dan LPKA, sedangkan diakhir tahun 2015 terjadi penurunan menjadi 2.993 anak. “Ini indikator konsep keadilan restoratif dan upaya diversi dalam undang-undang tersebut memiliki dampak positif bagi anak," ujar Bambang
Harapan membentuk anak yang berkonflik dengan hukum menjadi mandiri menjadi harpaan Kemenkum HAM dalam rangka ikut mempersiapkan aset penerus bangsa. Bambang mengatakan, perlakuan kepada para napi harusnya bertujuan pembinaan bukan pembalasan.
Pembinaan dilakukan agar para napi tidak mengulang perbuatannya dan bisa memperbaiki diri agar setelahnya bebas bisa bermanfaat bagi lingkungan. Sedangkan untuk anak yang berhadapan dengan hukum, Bambang meminta agar pembinaan dan pendidikan bagi mereka berbeda dengan orang dewasa.
“Pendidikan bagi anak harus khusus dan beda dengan orang dewasa. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah korban hasil didikan keluarga dan lingkungan. Anak masih labil menentukan mana yang benar dan salah. Setiap perbuatan mereka harus dilihat latar belakang keluarga dan lingkungan," tandas Bambang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved