Gubernur Aceh Zaini Abdullah meyakini masalah Qanun (peraturan daerah) tentang bendera dan lambang Aceh dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Zaini menganggap polemik Qanun (peraturan daerah) Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh merupakan masalah kecil.
"Saat ini ada perbedaan pendapat dan harus kita selesaikan. Ini masalah kecil dibanding konflik panjang selama 30 tahun. Ini masalah kecil yang akan kita selesaikan dalam waktu singkat," kata Zaini usai bertemu dengan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto di Kantor Kemkopolhukam, Jakarta, Senin (15/04). Hadir dalam pertemuan itu Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf, para anggota DPR Aceh, dan jajaran Kemkopolhukam dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi hadir belakangan.
Dalam pertemuan itu, semua pihak sepakat untuk menahan diri terlebih dulu. Dalam waktu dekat akan dilakukan pertemuan lanjutan untuk mencari solusi atas perbedaan pandangan mengenai bendera dan lambang Aceh. Mereka juga berencana akan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membicarakan masalah yang sama.
Menurut Zaini, semua pihak yang hadir dalam pertemuan itu mempunyai kesamaan pandangan untuk cooling down dan tidak terlalu melihat hal-hal yang menjadi antagonis masing-masing.
“Ini belum akhir, kami akan melakukan lagi pertemuan. Kita akan cari waktu yang tepat," kata Zaini.
Sementara, Ketua Badan Legislasi DPR Aceh Abdullah Saleh mengatakan, proses pembentukan bendera dan lambang Aceh sudah sesuai prosedur dan merupakan aspirasi rakyat Aceh. “Sebab seluruh Fraksi di DPR Aceh juga sepakat mendukung lambang dan bendera Aceh,” ujar Abdullah.
Menurut Abdullah, saat ini sudah tidak relevan lagi kalau ada label separatis kepada GAM karena proses damai ini sudah berjalan baik. Cara pandang yang berbeda ini masih bisa dibahas dan temukan kesepakatan subtansi atau aspek lain, termasuk aspek politik dan psikologis.
Sementara, Menkopolhukam Djoko Suyanto mengatakan, hal terpenting bukan pada aspek sesuai prosedur atau tidaknya pembentukan qanun tersebut. Namun, perlu diihat apakah ada substansi qanun yang bertentangan dengan peraturan pemerintah atau undang-undang di atasnya.
Djoko mengatakan, pemerintah pusat masih berpedoman pada UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77 tahun 2007. "Acuannya itu saja. Bahkan, apabila berpedoman lebih jauh lain tentang MoU Helsinski, juga ada di situ yang diadopsi oleh UU Pemerintah Aceh dan PP Nomor 77," kata Djoko.
Sebelumnya, DPR Aceh telah menyelesaikan jawaban atas klarifikasi Kemendagri. Dalam jawabannya, DPR Aceh bersikukuh meminta agar qanun tetap berjalan karena menilai poin-poin klarifikasi tidak berdasar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved