KATA beberapa pihak ada invisible hand yang begitu powerful yang membuat PSI bisa mencapai parliamentary threshold 4 persen. Statement atau tuduhan semacam ini muncul akhir-akhir ini gara-gara perolehan suara PSI berdasarkan perhitungan Sirekap KPU sudah mencapai 3,13% pada 2 Maret 2024.
Herannya, kalau memang betul ada kekuatan maha besar itu, mengapa tidak dari awal saja jorjoran mengampanyekan PSI sampai optimal di masa kampanye. Lalu kekuatan besar itu kan bisa “mengatur” sedemikian rupa juga saat hari pencoblosan. Entah bagaimana caranya.
Seperti misalnya kejadian di Sulawesi Utara, di mana kotak suara yang dibawa ke kediaman Gubernur dulu, untuk kemudian lanjut ke tujuan semestinya. Ini sempat heboh, silahkan cari sendiri beritanya. Ini fakta.
Lalu, kenapa pula invisible hand itu tidak “mengatur” sedemikian rupa juga supaya pencapaiannya lebih dari 4 %? Kok irit banget cuma 4% Sekalian bikin dobel digit, di angka 10% atau 11% kek. Kalau memang powerful ya jangan tanggung-tanggung dong. Bikin malu aja si invisible-hand aja.
Lagi pula, perjalanannya seret banget, dari 2,7% sampai sekarang 3,13% kok merembet, geremet-geremet, bukannya plong langsung di jalan bebas hambatan.
Kok sempat terdengar isu penggembosan suara PSI agar tidak masuk Senayan lantaran PSI-lah satu-satunya parpol yang bertekad meloloskan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang nota bene didiamkan oleh parpol lain di parlemen selama ini.
Ulah PSI selama ini telah membuat banyak parpol dan beberapa pihak lain gusar dan gerah. Lantaran ini mereka ingin membungkam mulut PSI dengan menggagalkannya ke Senayan,
Katanya mereka belajar dari apa-apa yang telah dibuktikan oleh PSI di parlemen Jakarta dan beberapa daerah lain. Tukang gelembung anggaran mesti ambil cuti dulu. Skema uang pokir lah, uang perjalanan dinas lah, dan berbagai bentuk gratifikasi adalah bentuk-bentuk dari beberapa varian korupsi yang dilegalkan.
Kalau sampai PSI lolos ke Senayan, bisa-bisa kenyamanan yang mereka nikmati selama ini bubar jalan. Korupsi berjamaah seperti di kasus BTS kemarin itu bisa terbongkar, bukan cuma Nasdem ternyata.
Ini pemilu kedua yag diikuti PSI. Pada pemilu perdana pada 2019 PSI dipercayakan 1,89%. Ini prestasi luar biasa, mengingat partai muda dengan jumlah caleg yang sangat terbatas pada saat itu. Tapi toh PSI mampu meloloskan sekitar 70-an calegnya menjadi aleg di DPRD.
Sementara ini dilaporkan jumlah caleg DPRD sudah diprediksi meningkat ratusan persen. Di Pemilu 2024 kepercayaan publik makin besar buat PSI. Suatu kepercayaan yang mesti dipertangungjawabkan dengan kerja politik yang konsisten dalam: Anti Korupsi dan Anti Intoleransi, sesuai kode genetik PSI itu sendiri. Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan merawat pluralisme.
Sementara itu dalam keterangan persnya, Grace Natalie yang Wakil Ketua Dewan Pembina PSI heran mengapa hanya PSI yang disorot. Lantaran anomali dari quick count ini juga terjadi pada parpol lain dalam Pemilu 2024 ini.
Contohnya quick count lembaga survei Indikator Indonesia atas PKB yang hasilnya 10,65% tapi di rekapitulasi KPU mencapai 11,56%. Artinya ada penambahan 0,91%. Lalu Partai Gelora yang berdasarkan quick count 0,88%, ternyata di rekapitulasi KPU 1,44%. Artinya ada selisih 0,55%.
Sedangkan hasil hitung cepat Indikator untuk PSI ada di angka 2,66% dan direkapitulasi KPU ternyata ada di kisaran 3,13%. Ada selisih 0,47%. Sebetulnya selisih PSI ini lebih kecil dibanding PKB dan Gelora.
Maka Grace pun bertanya, "Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankah kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung."
Dia meminta semua pihak bersikap adil dan proporsional. "Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik."
Saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi. Di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat. Seperti kampanyenya “PSI Partai Jokowi”.
Kita doakan saja agar PSI bisa lolos ke Senayan, supaya bisa merealisasikan programnya: Bersih-bersih DPR!
*Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta
© Copyright 2024, All Rights Reserved