Sungguh tidak mudah mengembalikan kredibilitas yang terlanjur babak belur. Tapi, itulah yang harus dilakukan Direktur Utama Jamsostek Drs H Ahmad Djunaidi, Ak, ketika diangkat Juni 2000 lalu. Bayangkan, dana titipan milik 18,7 juta pekerja se Indonesia yang jumlahnya ratusan miliar rupiah, seenaknya digunakan oleh oknum penguasa di masa itu.
Dalam tempo yang relatif singkat, akuntan kelahiran Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, 56 tahun lalu itu, mampu mengurai benang kusut yang membelit Jamsostek. Boleh jadi karena ia ‘orang dalam’ yang tahu persis seluk beluk perusahaan milik negara ini.
Berikut petikan wawancara Ahmad Djunaidi, Ak, kepada politikindonesia.com dan Majalah Pilar Bisnis:
{Dalam dengar pendapat dengan Komisi V DPR menjelang akhir tahun lalu, Anda dinilai kurang berhasil dan terlibat berbagai kasus lama. Sebenarnya, bagaimana?}
Tidak benar itu. Semua isu yang negatif tentang saya mau pun Jamsostek, seperti soal Bumi Resource, tidaklah benar, dan sudah saya jawab dalam rapat dengar pendapat itu. Saya tidak terlibat dengan masalah di kepemimpinan yang lama. Sebagai direktur keuangan, saya diberhentikan Menaker A Latief waktu itu, justru karena menolak mengeluarkan dana yang tidak jelas pertanggungjawabannya.
{Santer diisukan Jamsostek ingin membeli Metro TV dan Indosiar? }
Memang kami menerima tawaran, tapi itu sebatas penawaran. Dan terbukti kami tidak membelinya. Kita tidak beli saham Indosiar atau MetroTV. Perusahaan penyiaran itu terlalu tinggi resikonya, apalagi ada begitu banyak perusahaan televisi sekarang.
Soal investasi, ada mekanismenya. Tiap proposal yang masuk, dianalisis oleh Divisi Riset Investasi. Hasil analisisnya lalu diajukan ke Dewan Direksi dan Dewan Komisaris untuk investasi yang baru atau melampaui plafon investasi rutin. Sedangkan untuk investasi langsung, dimintakan persetujuan Pemegang Saham.
Selain itu, kami tidak menyimpan dana di Bank IFI. Kami tidak ikut secondary offering BCA, soalnya kami beli saham BCA di lantai bursa. Soal beberapa obligasi yang disebut-sebut bermasalah, sudah selesai dan lunas semua.
{Malah, kabarnya ada pertemuan dengan pihak PDIP ?}
Tidak benar itu semua. Untuk apa seperti itu?
{Bagaimana kondisi Jamsostek sekarang?}
Ketika saya masuk, Juni 2000, keadaannya sedang jatuh. Rugi Rp 83 miliar per Juni 2000. Ada berbagai masalah yang saya hadapi. Oleh karena itu, begitu masuk saya meminta bantuan Arthur Andersen untuk menilai portofolio investasi dan Menara Jamsostek. Ketahuan kelemahannya, lalu kita perbaiki. Alhamdullilah, hasilnya bagus. Tengoklah pencapaian kami. Hingga Desember 2000, sudah laba Rp 202, 5 miliar. Hingga November 2001 ada tambahan lebih dari 5.000 perusahaan baru dengan 3 juta peserta baru, melebihi target 2,2 juta peserta baru untuk 2001.
Tim manajemen ad-hoc yang telah dibentuk, sukses menangani kasus-kasus lama: Pencairan beberapa obligasi dari Bank Papan Sejahtera, Bank Mashill, Pancawiratama Sakti III, Ciputra Surya, Bakrie Finance, penukaran Jakarta International Hotel Development (JIHD), pencairan promissory notes PT Ramako Gerbang Mas, serta penyelesaian sertifikat tanah Menara Jamsostek. Untuk ini dihabiskan biaya Rp 82,5 miliar lebih.
{Mengapa harus konsultan independen?}
Supaya bebas memberikan evaluasi, dan kita juga dapat menerima hasilnya secara fair. Hingga kini, mereka terus membantu kami .
{Gebrakan apa yang dilakukan sehingga relatif singkat mampu mengangkat performance usaha?}
Dengan mengembalikan Jamsostek ke fungsi semestinya. Caranya? Pertama, meningkatkan kepesertaan. Kami juga mensejahterakan para anggota lewat berbagai kreasi. Bantuan PHK, pelayanan kesehatan gratis, ambulans, balai latihan kerja, bea siswa dan sebagainya. Bantuan PHK diberikan bagi tenaga kerja yang terkena PHK dan belum memiliki masa kepesertaan 5 tahun dalam program Jamsostek, dan berupah maksimum Rp 400.000 perbulan. Maka, diberi bantuan sebesar Rp 200.000 pertenaga kerja dengan maksud menambah modal usaha atau alih profesi.
Bantuan itu diambil dari Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (bagian dari laba perusahaan). Untuk kurun waktu 1998 - 2001 telah direalisasikan bantuan sebesar Rp 7,1 miliar bagi 35.693 orang.
Kedua, mengubah portofolio investasi. Kami membeli saham blue chip, meningkatkan investasi dengan bunga yang lebih tinggi. Misalnya, memindahkan deposito (bunga 13%) ke obligasi bank rekap (bunga 17%). Saham rugi dijual. Ada beberapa yang macet, bisa ditagih. Saham yang harganya jatuh, namun prospektif, dipertahankan. Dulu, penempatan deposito sebesar 70% dari total investasi. Kini cuma 45%.
Dampaknya obligasi yang semula hanya Rp 300 miliar naik jadi sekitar Rp 3 triliun. Kami beli midle term notes lewat sekuritas. Tentang saham: dulu setiap yang go publik langsung beli, sekarang cuma yang blue chip saja dipegang, misalnya Indofood, Telkom, dan BCA.
Ketiga, mengubah pola investasi, menyetop direct investment dan melakukan in-direct investment. Paradigma dulu membeli saham di luar bursa, atau membangun sendiri Menara Jamsostek. Ada dua kekeliruan dalam proyek Menara Jamsostek, yang melanggar PP 28/96: membangun sendiri dan oleh pimpro sendiri, diperparah dengan krisis ekonomi tahun 1997. Kini, kalau membangun kami menerapkan pola Build Operation Transfer, tidak keluar uang, dan setelah 20 tahun kembali ke Jamsostek.
{Selain hal itu ?}
Peninjauan perhitungan cadangan teknis. Meningkatkan efisiensi. Contohnya, ruang kerja saya diperkecil. Dulu dirut naik Crown, kini cukup Honda Accord. Rumah dinas eks direktur utama, kini dijadikan mess. Saya bersama keluarga tinggal di rumah sendiri. Kami juga menunda pembangunan kantor cabang.
{Mengapa prestasi ini kurang dipertimbangkan komisi V DPR dalam menilai kinerja Jamsostek?}
Semua sudah saya jelaskan di dengar pendapat itu. Ketika itu memang ada perdebatan, apakah Komisi V tepat mengundang kami? Sebab sebenarnya membidangi Meneg BUMN, tetapi bukan BUMN-nya. Ada yang setuju ada yang tidak.
{Kini, masihkah ada intervensi penguasa?}
Menaker Jacob Nuwawea, Meneg BUMN Laksamana Sukardi maupun para petinggi PDI-P lainnya telah menempatkan Jamsostek dengan baik. Tidak ada intervensi atau apa pun. Menaker tidak terlibat dalam pengelolaan Jamsostek, seperti di masa lalu. Menaker hanya mengingatkan, kalau ada masalah PHK segera tolong dibantu untuk diselesaikan dengan baik. Menteri Laksamana Sukardi bahkan menekankan agar BUMN seperti Jamsostek dapat berkiprah makin profesional. Di kabinet sebelumnya, memang ada yang mengaku-aku dekat dengan Gus Dur datang ke sini.
{AFTA dan WTO di depan mata. Bagaimana kesiapan Jamsostek menghadapi persaingan pasar global?}
Jamsostek berbeda dengan asuransi yang bersifat private. Jamsostek tidak terpengaruh oleh AFTA dan WTO. Dengan berlakunya AFTA dan WTO, Jamsostek nantinya masih mempunyai peluang pasar yang besar, karena program Jamsostek tidak termasuk kategori usaha yang dipersaingkan. Namun demikian, pencapaian sasaran kepesertaan Jamsostek dalam operasionalnya selain melakukan upaya persuasif maupun pelaksanaan penegakan law enforcement, dilakukan kerjasama dengan instansi terkait secara berkesinambungan.
{Kaitannya dengan otonomi daerah?}
Kami melakukan sosialisasi pemahaman substansi Jamsostek kepada jajaran Pemda berdasarkan konsep pemerintahan Otonomi Daerah. Secara bertahap, kami memberikan kewenangan lebih besar kepada kantor wilayah Cabang, meliputi kewenangan untuk melakukan penempatan dana deposito di kantor Cabang, pengadaan barang dan jasa, serta pemberian usulan untuk promosi dan mutasi staf lokal.
{Kembali ke soal kredibilitas. Jadi, sudah sejauh mana upaya pemulihan citra PT Jamsostek bagi para pesertanya ?}
Jamsostek tetap harus menjadi perusahaan yang handal dan profesional dalam melaksanakan program jaminan sosial tenaga kerja yang menjadi kebutuhan tenaga kerja dan keluarganya dengan berpedoman pada prinsip good corporate governance.
© Copyright 2024, All Rights Reserved