Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pendampingan hukum terhadap dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) dan ahli perhitungan kerugian dampak lingkungan Basuki Wasis yang digugat perdata oleh Gubernur Sulawesi Tenggara non-aktif Nur Alam.
“KPK memberikan pendampingan kepada ahli tersebut. KPK sangat menyayangkan hal ini karena dikhawatirkan dapat berdampak pada ahli lain yang hendak memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya," terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah kepada pers di Jakarta, Rabu (17/04).
Kasus ini bermula ketika Basuki Wasis diminta KPK untuk menjadi saksi ahli dalam perkara korupsi Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi PT Anugerah Harisma Barakah (AHB) dengan terdakwa Gubernur Sulawesi Tenggara non-aktif Nur Alam.
Dalam keterangannya, Basuki Wasis mengungkapkan bahwa perkara korupsi ini mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabaena sebesar Rp2,728 triliun.
Keterangan tersebut yang menjadi dasar bagi Nur Alam untuk mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Cibinong.
KPK menyayangkan gugatan tersebut. “Di UU LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) ada pasal bahwa saksi dan ahli tidak bisa digugat baik pidana maupun perdata karena keterangan yang diberikan," ujar Febri.
Sedangkan jaksa penuntut umum KPK yang menangani kasus tersebut juga sepakat memberikan pendampingan kepada Basuki. JPU mengusulkan pendampingan dan bantuan hukum dilakuan melalui intervensi selaku turut tergugat
Dalam perkara ini, Nur Alam pada 28 Maret 2018 sudah divonis 12 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar dan pencabutan hak politik selama 5 tahun setelah selesai menjalani hukumannya.
Nur alam dinyatakan terbukti melakukan korupsi dengan memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,59 triliun serta menerima gratifikasi sebesar Rp40,268 miliar.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yakni 18 tahun penjara dan pidana denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan ditambah membayar uang pengganti sebesar Rp2,7 miliar.
Dalam pertimbangannya, hakim hanya menyetujui pendapat ahli Agus Setiawan yang mengatakan hilangnya kekayaan negara berupa nikel ore sebanyak 9.311.847 wmt sebagai akibat kegiatan pertambangan PT AHB.
Jumlah tersebut meliputi nikel ore yang telah terjual sebanyak 7.161.090 wmt dan yang belum terjual (persediaan nikel) 2.078.235 wmt sehingga kerugian keuangan negara atas hilangnya kekayaan negara berupa nikel ore yang telah terjual sebanyak 7.161.090 wmt atau senilai Rp1,593 triliun yang merupakan keuntungan PT Billy Indonesia.
Hakim menilai, ahli Basuki Wasis tidak dapat membuktikan bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT AHB telah menimbulkan kerusakan tanah dan lingkungan yang merupakan kerugian keuangan negara.
© Copyright 2024, All Rights Reserved