Pengguliran dana desa di Kota Banjar, Jawa Barat sebesar Rp1,3 miliar belum menyejahterakan warga desa. Sejak dana tersebut digulirkan, di era pemerintahan Herman Sutrisno-Akhmad Dimyati, jumlah warga miskin di kota tersebut belum berkurang. Yang memprihatinkan, tingkat kemacetannya terbilang tinggi, meski masih di bawah 50%. DPRD setempat meminta agar pengguliran dana desa tersebut ditinjau kembali.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi I DPRD Kota Banjar Ust. Abdullah M. Safei yang ditemui wartawan di Banjar, Minggu (13/06).
Abdullah mengakui untuk membangun 24 desa di Kota Banjar itu memang butuh dana yang memadai, Meski demikian katanya, perencanaan dan indikator keberhasilannya harus jelas, jangan asal menggelontorkan dana. Arahnya pun harus jelas, yakni pembangunan berbasis partisipasi dan pemberdayaan, bukan penguasaan.
Ke depan, Abdullah berharap agar camat diberi wewenang untuk ikut mengelola dana desa yang jumlahnya cukup besar itu. Hal itu dimaksudkan agar masyarakat di desa dan pemerintahan desa semakin berkualitas. Soal mekanismenya kata Abdullah, ikuti saja undang-undang yang ada.
“Aparat desa jangan diberi kewenangan mengelola dana besar karena bisa membahayakan aparat desa sendiri,” ujarnya.
Debbi Puspito dari Banjar Governance Watch sependapat dengan Abdullah agar penggelontoran dana desa ditinjau kembali sebagai langkah evaluasi. Tanpa itu tambahnya, penggelontoran itu akan sia-sia. Apalagi penggelontoran dana desa tersebut terbukti rawan penyelewengan.
“Karena itu, kami memang menunggu adanya peninjauan kembali atas program tersebut. Apalagi karena penggelontorannya sudah terbukti rawan penyelewengan. Peninjauan kembali harus dilakukan oleh legislatif bekerjasama dengan pihak yang punya keahlian,” ujar Debbi.
Bergaung di Pusat
Pengguliran dana desa memang tengah ramai diperbincangkan di tingkat pusat. Seperti diketahui, Fraksi Partai Golkar DPR, setelah gagal mendorong penggelontoran dana Rp15 miliar per dapil, partai berlambang pohon beringin itu, kini getol mengusulkan dana pembangunan Rp1 miliar per desa dan kelurahan.
Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso kepada wartawan di Gedung DPR minggu lalu mengatakan pihaknya akan terus mendorong usulan tersebut hingga berhasil. Priyo menambahkan, usulan baru Golkar ini masih dengan mekanisme sama. “Anggota DPR tidak terlibat sama sekali. Ini usulan program dari daerah langsung masuk APBN dan APBD," ujar Priyo.
Sedang Ganjar Pranowo, Wakil Ketua Komisi II DPR mengakui dana desa itu sudah lama bergulir. Jumlahnya bervariasi. Ada yang Rp100 juta, ada juga Rp150 juta per desa. Menurut Ganjar, PDIP mendukung keberadaan dana desa tersebut. Namun mekanismenya harus diselesaikan dulu, baru bicara angka.
Ganjar beralasan, dana Desa itu perlu dibahas untuk mempercepat pembangunan dan memperbaiki ketimpangan. Ia juga berharap dana desa tersebut tidak dipukul rata Rp1 miliar per desa. Perlu ada proporsionalitas, memperhatikan kondisi desa. Bahkan menurutnya kalau perlu, desa yang sudah maju, tak perlu dikasih dana. "Intinya, bagaimana memajukan semua desa," ujarnya kepada wartawan di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (14/06). Sedang pengelolaannya tambah Ganjar, tetap berada di kabupaten/ kota sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved