INI adalah adalah sebuah cerita yang saya adopsi dari praktik nyata dari orang-orang sederhana yang berusaha menyelamatkan diri dari cengkeram korporasi bank kapitalis. Ini bukan cerita drama melow Korea tapi cara riil orang-orang yang bekerja di kantor korporasi kapitalis membangun masa depan hidupnya, mengorganisir perlawanan serius terhadap bank kapitalis yang memeras dan menindas dengan cara damai.
Menilik Filosofi Kepemilikan BUMN oleh Rakyat
Begini ceritanya. Suatu hari, seorang manajer dari satu perusahaan mulai merasa pusing ketika menghadapi masalah serius soal kas bon dari anak buahnya di kantor. Sebab semakin hari jumlah kas bon itu semakin membesar dan membesar terus.
Kas bon atau pinjaman sementara yang akan dipotong dari gaji bulanan karyawan peminjamnya itu tentu diberikan dengan menggunakan uang perusahaan. Kas bon terjadi karena gaji karyawan di kantor itu tidak cukup untuk menopang kebutuhan bulanan mereka. Apalagi ketika menghadapi kebutuhan yang mendadak.
Pada suatu ketika, manajer perusahaan itu mulai berpikir, kenapa tidak dibuat saja semacam bank kecil yang hanya diperuntukkan bagi karyawannya di kantor. Bank ini minimal berfungsi untuk mengganti sistem kas bon yang selama ini terjadi.
Sang Manajer lalu berpikir, bagaimana caranya untuk menciptakan modal guna memenuhi pinjaman dari karyawan itu. Dia pikir awalnya dengan mengajak karyawan untuk secara bersama sama mengumpulkan modal itu.
Dikumpulkanlah semua karyawan dan disampaikan idenya dengan berapi-api. Dia berharap karyawan dengan sukarela akan ada yang berminat untuk menaruh modalnya di bank yang dia idekan itu dengan iming-iming bahwa yang menyetor modal di bank buatannya itu akan mendapatkan keuntungan seperti yang didapat para pemilik bank-bank kapitalis selama ini. Dia buat penjelasan perhitungan yang detail dan rumit.
Hasilnya bagaimana? Ternyata nol besar! Ide manajer itu ternyata tidak ada yang merespons sama sekali. Karyawan tidak ada yang mau menyetor modal. Mereka berargumentasi begini "Bagaimana menyetor modal pak? Untuk makan sehari-hari kita tidak cukup?".
Sungguh sangat menyedihkan. Padahal supaya ringan sebetulnya manajer itu hanya berharap setiap karyawan itu menyetor modal untuk mendirikan bank itu sebulan hanya sebesar Rp50.000.
Tapi kembali ke alasan dari karyawan-karyawan itu. Untuk makan saja tidak cukup, bagaimana setor modal. Sang manajer juga tahu. Selain gaji karyawannya itu memang kecil, mereka itu juga sebetulnya menurut informasi yang dia dapat secara diam-diam sudah banyak yang terlilit pinjaman dari bank kapitalis, perkreditan rakyat, dan pinjaman-pinjaman pribadi. Jadi kas bon itu adalah salah satu cara untuk menyelamatkan sementara hidup mereka. Mengulur waktu agar panjangnya hingga 30 hari.
Singkat kata, Sang Manajer akhirnya berpikir kalau berharap ke karyawan itu sudah mustahil. Maka dia menarik uang tabungannya di bank kapitalis sebesar Rp50 juta. Lalu dia minta staf keuangannya kalau ada yang kas bon agar diarahkan untuk pinjam uangnya dan disuruh bayar bunga sebesar 3%. Kalau pinjam Rp100.000 selama sebulan berarti harus bayar bunga Rp3.000. Seperti pinjaman di bank kapitalis saja.
Ternyata pinjaman setiap bulannya betul-betul laris. Dia batasi pinjaman tidak boleh lebih dari Rp500.000. Hasilnya luar biasa. Satu tahun ternyata dari modal dia Rp50 juta itu menghasilkan keuntungan yang sangat besar dari bunga yang hanya 3% itu. Nilainya hingga Rp20 juta!
Pada akhir tahun, karyawan dikumpulkan. Mereka diberi tahu kalau tahun depan tidak akan ada lagi sistem pinjaman dari perusahaan. Apakah itu dalam bentuk kas bon maupun pinjaman dari bank yang dia telah dirikan.
Karyawan semua seperti kecewa. Mereka selama ini sudah sangat merasa tertolong hidupnya dengan pinjaman dari kas bon atau bank itu. Mereka bisa mengulur hidupnya hingga akhir bulan tetap bisa bertahan karena pinjaman.
Akhirnya Sang Manajer membuka rahasia. Dia katakan kalau sebetulnya uang yang dipinjamkan itu adalah uang pribadinya dan perusahaan sudah tidak mau membuat kebijakan kas bon lagi karena dianggap telah mengganggu arus kas perusahaan.
Sang manajer juga sampaikan kalau dari hasil modal uang yang dia pinjamkan itu telah menghasilkan keuntungan dari bunga yang dibayarkan karyawan peminjam sebesar Rp20 juta. Uang Rp20 juta itu jadi milik pribadi karena modalnya dari uangnya yang dia tarik dari bank.
Tapi, inilah hebatnya Sang Manajer. Dia tawarkan ke karyawan, "Barang siapa yang mau menggantikan modal saya Rp50 juta ini, maka saya berikan bonus dari saya sebesar Rp20 juta, gratis! Sang Manajer memancing semua karyawan.
Diam-diam ternyata ada karyawan yang tertarik. Dia adalah karyawan yang selama ini tidak pernah melakukan kas bon sama sekali. Sebab dia memang karyawan yang paling pandai mengatur keuangan. Dia tidak punya pinjaman leasing motor, hidup seperlunya dan membeli makanan dan pakaian secukupnya. Tidak ada pinjaman di manapun. Padahal, dia justru karyawan yang selama ini jabatanya paling rendah.
Kata dia, uang seberapapun yang dia dapat itu selalu dia hemat. Bahkan setiap gajian dia potong dulu 20% uangnya untuk ditabung di bank kapitalis. Alasan yang dia katakan, tabungan itu penting untuk jaga-jaga jika ada kebutuhan yang mendadak yang tidak pasti dengan mengambil tabungan.
Menurut saya, Sang Karyawan ini hebat. Dia sudah membantah teori yang dibuat oleh Profesor ilmu ekonomi di kampus ekonomi. Teorinya, tabungan adalah sisa konsumsi. Tapi dia ganti dengan tabungan adalah penyisihan potongan wajib dari pendapatan. Sebagai kewajiban yang harus dia potong di awal sebelum dikonsumsi.
Rumusnya milik Profesor di Fakultas Ekonomi itu begini :
Pendapatan (P) = Konsumsi (K) + Tabungan (T)
Tapi rumus karyawan itu begini :
Pendapatan (P) = Konsumsi - Tabungan.
Secara rumus teoritis sih tetap yang logis adalah teori profesor. Tapi untuk memudahkan memahami secara awam kita pakai saja dalam praktik untuk menjelaskan cara mengatur keuangan Sang Karyawan Hemat.
Singkat cerita, Sang Karyawan itu ternyata mau gantikan uang Sang Manajer sebesar Rp50 juta rupiah. Itu artinya dia langsung dapat uang gratis sebesar Rp20 juta rupiah sekaligus. Tanpa menunggu hari atau jeda waktu.
Jadilah modal bank itu sebesar Rp70 juta karena karyawan itu ingin yang Rp20 juta sekaligus dijadikan sebagai tambahan modal bank yang didirikan Sang Manajer. Sehingga sontak semua karyawan yang lain, yang jabatannya lebih tinggi melongo.
Sejak saat itu bank semua modalnya adalah dari Sang Karyawan paling hemat itu. Namun ketika perjalanan selama satu tahun, karyawan yang lain ternyata mulai banyak yang ikut setor modal. Jadilah akhir tahun modal membengkak menjadi Rp210 juta. Kemudian keuntungan yang dihasilkan adalah sebesar Rp75 juta. Sebab pinjaman yang ada memang putaranya sangat cepat. Dibuka pinjaman kilat yang hanya maksimal 7 hari dan tetap bayar bunga 3%.
Alhasil, Sang Karyawan Hemat tetap mendapat bagian keuntungan paling besar. Tetap mendapat Rp25 juta dari seluruh keuntungan yang dihasilkan oleh bank. Lainnya dibagi ke karyawan yang lain.
Setiap tahun permodalan, bank terus berkembang dengan sangat pesat. Ketika masuk tahun ke-5 sudah ada Rp150 miliar modal terkumpul. Bank ini akhirnya didaftarkan sebagai bank milik rakyat secara resmi. Dibentuk komisaris dan manajer serta dikembangkan dengan sistem manajemen profesional.
Pemiliknya telah berkembang tidak hanya oleh karyawan di perusahaan itu, tapi juga karyawan di perusahaan lainnya. Meluas meliputi suami atau istri karyawan, mertua, saudara kandung, tetangga karyawan dan lain sebagainya. Bank ini berkembang melayani masyarakat luas.
Banyak sekali orang yang tertolong oleh bank ini. Tapi prinsip bank ini tetap tak berubah. Tujuannya memang bukan hanya menolong mereka yang membutuhkan pinjaman, lebih mendasar, mendidik orang untuk menabung dan hidup hemat untuk menyelamatkan masa depan yang penuh ketidakpastian seperti yang dilakukan oleh Sang Karyawan Hemat.
Prinsip hidup hemat, sederhana, peduli masa depan, berpikir cerdas yang dimiliki oleh Sang Karyawan Hemat dijadikan sebagai pedoman hidup seluruh mereka yang ingin bergabung menjadi pemilik bank. Selain asas yang penting "tanam dulu baru boleh panen" atau menyimpan dulu baru boleh pinjam seperti yang ditanamkan oleh Sang Manajer.
Bank ini tidak hanya telah menolong orang-orang kecil di perusahaan itu, tapi meluas ke masyarakat. Dinamakanlah bank itu oleh Sang Manajer dengan nama Cogito Bank. Bank yang didirikan oleh mereka yang berpikir. Dia ambil nama itu dari kalimat yang masyhur dari Descartes "Cogito Ergo Sum" yang artinya "saya berpikir maka saya ada".
Bank itu telah berkembang dan buka cabang di kantor kantor lainya, di pabrik-pabrik di kota itu. Cogito Bank menjadi sangat terkenal. Dikenal sebagai bank milik karyawan-karyawan kecil di semua perkantoran.
Banyak bank-bank kapitalis milik konglomerat yang tutup di kota ini. Mereka bangkrut karena hal ini. Semua nasabah bank ini bisa jadi pemilik bank dan juga memberikan keuntungannya sesuai dengan besaran modal yang disetor dan juga banyaknya pinjaman. Selain mereka itu dihargai hak suaranya untuk didengar di dalam putusan putusan manajemen, ikut mengontrol secara rutin, hadir di pertemuan pertemuan rutin yang selalu saja penuh orang, juga di rapat akbar tahunan yang selalu meriah.
Bank itu berjalan hingga memasuki ulang tahun perak. Ulang tahun ke 25. Di hari ulang tahun peraknya ini sudah ada 121 kantor cabang pelayanan di kota itu. Sang Manajer merasa sangat bangga, idenya bisa diterima dan berkembang.
Di ulang tahun Cogito Bank itu, Sang Manajer yang juga sudah pensiun dari kantor tempat dia bekerja dan membangun bank ini berpidato di depan rapat akbar yang dihadiri ribuan orang dengan suara bergetar.
"....Saudara saudaraku....saya ini bukan siapa-siapa, saya bukan pendiri, bukan orang hebat. Saya adalah hanya perintis jalan agar setiap jiwa itu merdeka dan mampu membebaskan diri dan hargai setiap orang itu setara.....semua kita adalah sama. Di hari ulang tahun perak ini saya hanya ingin sampaikan pesan bahwa jalan besar bagi masa depan kita itu karena Sang Karyawan Hemat, petugas kebersihan di depan kita ini....dialah pendiri yang sesungguhnya....dialah yang mengajari cara hidup lebih baik untuk kita semua....dan saya minta anda berdiri!!!".
Sang Karyawan Hemat itu berdiri dengan wajah tertunduk. Tidak keluar secuil katapun. Semua orang ikut berdiri memberikan apresiasi, mereka bertepuk tangan riuh tidak berhenti-henti. Sang Karyawan Hemat itu menitikan air mata haru. Dia manusia sederhana yang telah menjadi teladan bagi banyak orang. Teladan bagi orang di satu kota besar!
*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis(AKSES), CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR), Direktur Cooperative Research Center (CRC) Institut Teknologi Keling Kumang
© Copyright 2025, All Rights Reserved