Pimpinan Pusat Muhammadiyah menemui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk membahas kematian Siyono, terduga teroris yang tewas ditangan anggota Detasemen Khusus 88 Polri, usai ditangkap. Pertemuan tersebut diantaranya membicarakan advokasi Muhammadiyah terkait kematian Siyono.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan pihaknya mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) penanganan terorisme oleh Densus 88 khususnya menyangkut kematian Siyono. “Kami biasa menerima berbagai macam pengaduan, terakhir Siyono artinya kami menerima pengaduan itu sebagai peran kemanusiaan," kata Haedar kepada pers di Mabes Polri, Senin (04/04).
Haedar mengatakan, dalam pertemuan itu disampaikan pula bahwa Muhammadiyah tidak akan ikut campur persoalan pemberantasan terorisme yang menjadi tanggung jawab Polri. “Kami menghormati itu," ujar Haedar.
Muhammadiyah sebatas melaksanakan tugas kemanusiaan dengan membantu orang merasa memiliki persoalan di wilayah hukum. Selama ini, ujar Haedar, advokasi hukum yang dilakukan Muhammadiyah pun merupakan hal yang biasa. Termasuk kepada keluarga Siyono.
Kapolri, menurut Haedar, merespon baik penyampaian Muhammadiyah. Keduanya sepakat sama-sama meneruskan proses penelitian baik Muhammdiyah maupun Polri terkait kasus ini.
"Di satu pihak terus melakukan langkah-langkah hukum meneliti seberapa jauh ada penyimpangan atau kekeliruan prosedur di lingkungkan internal yang nanti akan dilaporkan pihak kepolisian," kata Haedar.
Haedar mengatakan, pihaknya juga menghormati langkah kepolisian dalam menangani tindak terorisme di Indonesia. Karena menurut dia, penanganan teroris di negeri ini harus berlapis-lapis dan memiliki aspek hukum.
© Copyright 2024, All Rights Reserved