Melihat perkembangan perundingan antara Pemerintah RI dengan GAM di Helsinki yang kini sudah memasuki putaran ke lima, AWG dan ACSTF optimis perdamaian di NAD akan terwujud. Aceh Working Group (AWG) dan Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF) menilai bahwa masalah fundamental konflik di NAD yaitu kemerdekaan atau tetap bergabung dengan Indonesia sudah terpecahkan. GAM telah menunjukkan sikap ingin tetap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, AWG dan ACSTF mengingatkan bukan berarti tidak ada ancaman untuk menggagalkan proses perdamaian tersebut. Ini berdasarkan pengalaman dalam Jeda Kemanusiaan (2001) dan COHA (2002), apalagi karakteristik permasalahan yang dihadapi oleh ketiga proses perdamaian tersebut sama. Yaitu terjebak dalam ruang tarik menarik dan komoditas politik praktis di Jakarta antara elit militer dan sipil maupun antara eksekutif dan parlemen.
Seperti release yang diterima redaksi Politikindonesia.com Jumat (15/07), AWG dan ACSTF memberikan tiga masukan agar proses perundingan di Helsinki berhasil hingga perdamaian di NAD terlaksana. Tiga masukan tersebut adalah pertama, security arrangement (pengaturan keamanan) menjadi sangat penting dalam proses rekonstruksi di NAD. Hal ini diperlukan karena dapat memberikan kondisi yang baik bagi rekonstrukdi NAD terutama untuk mendorong partisipasi masyarakat dan dukungan internasional.
Kedua, harus ada kesepakatan detail tentang security arrangement (SC) dalam perundingan di Helsinki. Ini jadi penting untuk memperjelas implementasi dan memberikan bobot yang jelas bagi SC. Selain itu juga untuk menghindari upaya penggagalan hasil perundingan Helsinki. Jika detail SC dibicarakan di Jakarta atau di NAD, AWG dan ACSTF khawatir akan menimbulkan peluang pelanggaran karena tekanan dari pihak-pihak yang menolak usaha proses perdamaian.
Ketiga, harus melibatkan masyarakat sipil dalam usaha perdamaian di NAD. Karena masyarakat sipil, disamping sebagai kelompok yang rentan menjadi korban, juga merupakan bagian penting dalam usaha turst building. Selain itu masyarakat sipil dapat menjadi implementator dari proses perdamaian.
© Copyright 2024, All Rights Reserved