Akhirnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membatalkan aturan yang membatasi barang bawaan penumpang pesawat dari luar negeri.
Kebijakan ini diambil Kemendag setelah banyaknya keluhan dari masyarakat terkait masalah pembatasan barang bawaan penumpang dari luar negeri.
Direktur Impor Kemendag, Arif Sulistyo, mengatakan, pembatalan aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023, yang akan resmi berlaku pada 6 Mei 2024 mendatang.
"Impor barang bawaan pribadi penumpang ini juga banyak sekali keluhan dan masukan ke kami. Kemudian, kami koordinasikan dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait," kata Arif Sulistyo dalam diskusi virtual, Kamis (2/5/2024).
Arif menjelaskan, pembebasan barang-barang itu mencakup 11 daftar yang sempat dirilis Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beberapa waktu lalu.
"Poin pentingnya untuk barang bawaan pribadi penumpang itu jenis barang tidak ada batasan jenis barang, kecuali barang yang dilarang impor dan barang berbahaya. Tidak ada pembatasan jumlah barang, tapi mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203 Tahun 2017. Ini bisa dalam keadaan baru maupun tidak," jelas Arif.
Arif merinci beberapa jenis barang berbahaya yang dilarang. Di antaranya, intan kasar, prekursor non-farmasi, nitrocellulose (NC), bahan peledak, dan bahan perusak lapisan ozon.
Selain itu, barang berbasis sistem pendingin, bahan berbahaya, hydrofluorocarbon (HFC), baterai lithium tidak baru, hingga limbah non-B3 juga tetap dilarang.
Di sisi lain, Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Kemenkeu, Fadjar Donny Tjahjadi, merinci penerapan PMK Nomor 203 Tahun 2017, di mana barang bawaan penumpang pesawat dibedakan berdasarkan dua kategori, yakni barang pribadi dan non-pribadi.
Barang pribadi atau personal use, kata Fadjar, merupakan barang yang digunakan penumpang pesawat untuk keperluannya. Termasuk sisa perbekalan hingga oleh-oleh.
Menurut Fadjar, barang pribadi akan dibebaskan dari pungutan bea masuk, asalkan nilainya tak lebih dari 500 dolar AS (Rp8 juta).
Jika melebihi ketentuan tersebut, maka akan dipungut bea masuk sebesar 10% serta pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) 22 impor.
"Tetapi kami kategorikan sebagai bukan barang pribadi, barang yang dibawa penumpang tetapi selain barang personal use, ini termasuk jasa titip (jastip) itu kita kategorikan sebagai bukan barang pribadi. Sehingga untuk barang jastip tidak mendapat pengecualian, tetap akan ada konsekuensi," pungkas Fadjar. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved