Sejumlah anggota Komisi III DPR menyatakan dukungan dan penghargaan mereka terhadap upaya pemerintah menciptakan perdamaian di Aceh melalui nota kesepahaman (MoU) di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Namun anggota DPR tersebut juga menyatakan tetap akan mengkritisi dalam rangka mengawasi pelaksanaan MoU ini di tingkat implementasi.
Dukungan itu antara lain dikemukakan anggota Komisi III dari FKB, Nursyahbani Katjasungkana dan Patrialis Akbar dari Fraksi PAN pada Raker dengan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (24/8).
Patrialis Akbar mengatakan, isi mukadimah (preambule) MoU merupakan hal yang membahagiakan karena mengandung semangat NKRI dalam penyelesaian damai di Aceh. "Namun harus ada persamaan persepsi dan hati-hati dalam pelaksanaan MoU, sebab landasannya saling percaya," harap Patrialis.
Patrialis juga mengingatkan bahwa dulu pernah ada upaya untuk menyelesaikan konflik di Aceh dengan memberikan otonomi khusus (Otsus), namun ternyata gagal. Karena itu, pihak dirinya berharap MoU bisa menjadi instrumen untuk menyelesaikan konflik di daerah ini. "Jika MoU ternyata masih juga gagal, penyelesaiannya di masa depan akan semakin berat," kata Patrialis dengan nada serius.
Sedangkan, Nursyahbani mengatakan pihaknya sangat menghargai dan mendukung upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan konflik di Aceh melalui perjanjian ini. Namun pada tingkat implementasinya harus diawasi secara ketat.
Pengawasan tersebut, menurut Nursyahbani, dilakukan dengan cara Komisi III DPR bekerjasama dengan Komisi I DPR RI yang menangani menangani masalah pertahanan dan Komisi II yang menangani pemerintah daerah. Kerjasama ini untuk membentuk tim kerja guna memantau pelaksanaan MoU di Aceh.
© Copyright 2024, All Rights Reserved