Eksekusi atas terpidana mati kasus Bom Bali I, Amrozi cs (Amrozi, Imam Samudra dan Ali Imron) sepertinya tidak akan terlaksana dalam waktu dekat. Hal ini dikarenakan Amrozi cs merencanakan mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK). Rencana pengajuan PK tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Amrozi Cs, Achmad Michdan.
"Jelas kita akan melakukan PK. Itu akan didiskusikan dulu dengan tim kuasa hukum kita," ujar Michdan tanpa mau menyebut waktunya saat dihubungi politikindonesia, Senin (3/7).
Masih menurut Achmad, seharusnya Depkumham tidak perlu tergesa-gesa mengeksekusi para pelaku bom Bali I yaitu Amrozi, Imam Samudra dan Ali Imron. Pasalnya, mereka belum diberikan kesempatan mengajukan kesempatan melakukan upaya hukum luar biasa, yaitu PK.
Bahkan hingga saat ini, Michdan mengaku selaku pihak kuasa hukum Amcrozi cs belum mendapat pemberitahuan isi surat Depkumham. Namun demikian, Michdan menilai langkah PK tersebut sudah selayaknya ditempuh mengingat putusan Mahkamah Agung (MA) dinilai cacat hukum. Pasalnya proses hukum dan persidangan para pelaku bom Bali I tersebut tidak sempurna.
Hal ini terlihat dari dakwaan yang dituduhkan pada kliennya tersebut telah melanggar ketentuan pasal 1 KUHP karena terlalu dipaksakan. Pasalnya, ketiga terpidana tersebut dijatuhi pasal pidana yang ketentuannya sendiri belum ada saat tindak pidana itu dilakukan atau dikenal dengan istilah retroaktif.
"Jadi kan artinya itu berlaku surut atau mundur. Tindakan (pengeboman) itu dilakukan sebelum Perpu Teroris-nya ada. Jadi itu cacat hukum," jelas Achmad Michdan berapi-api.
Karena itu putusan yang cacat hukum tersebut, Michdan mengatakan, sebagaimana disebutkan olah Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya, sudah selayaknya, putusan tersebut gugur atau dianulir.
[Izin Eksekusi Mati]
Menteri Hukum dan HAM telah mengirim surat kepada Kejaksaan Agung yang isinya memberikan izin melakukan eksekusi mati terhadap Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron. Ketiganya merupakan terpidana mati Bom Bali I yang kini ditahan di Nusakambangan, Jawa Tengah. Dan tempat eksekusi mati pun telah ditentukan oleh Departemen Hukum dan HAM yaitu di Nusakambangan, Jawa Tengah.
"Izin dari Menteri Hukum dan HAM itu sudah ada, eksekusi tidak di Bali. Untuk mempermudah terkait penahanan mereka yang sekarang di Nusakambangan, jadi dilaksanakan di Nusakambangan," ujar Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dalam jumpa pers usai penandatanganan MoU dengan Komisi Kejaksaan di Jakarta, Senin (3/7).
Padalah menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU Nomor 2 PNPS Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hukuman Mati, eksekusi harus dilaksanakan di wilayah hukum pengadilan yang menjatuhkan vonis. Sebagaimana diketahui Amrozy Cs seharusnya pelaksanaan eksekusi mati dilakukan di Denpasar mengingat putusan mati itu dijatuhkan oleh PN Denpasar.
Namun diungkapkan oleh Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, I Wayan Pasek Suartha, eksekusi mati di wilayah Nusakambangan dimaksudkan sebagai efisiensi pelaksanaan eksekusi. Selain itu juga masalah keamanan mengenai pemindahan tempat penahanan ketiganya. Saat ketiganya dipindah dari Bali menuju Nusakambangan, pemerintah telah menyewa pesawat khusus, sehingga bila ketiganya ditransfer kembali ke Bali menjadi tindakan yang tidak efisien.
Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron alias Muklas dinyatakan bersalah sebagai pelaku peristiwa peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang dan ratusan lainnya luka-luka.
Sebelum di Nusakambangan, tiga terpidana mati itu menjalani penahanan di LP Kerobokan, Denpasar, Bali. Pada Oktober 2005 ketiganya dipindahkan ke LP Batu, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah hingga menunggu pelaksanaan eksekusi mati di tempat itu.
Menurut Jaksa Agung, pelaksanaan eksekusi mati bagi Amrozy cs akan dilakukan bila putusan mati itu telah berkekuatan hukum tetap. Tapi hingga kini ketiganya belum menempuh upaya Peninjauan Kembali yang merupakan hak terpidana.
"Untuk grasi, ternyata mereka tidak ada yang mengajukan grasi, kalau PK kan tidak ada batas waktu. Kami periksa, hingga satu minggu lalu tidak ada yang ajukan PK," jelas Jaksa Agung.
Kejaksaan telah melakukan koordinasi untuk eksekusi, namun bila tiga terpidana mati Bom Bali I itu mengajukan PK maka eksekusi akan ditunda, namun bila tidak akan dilaksanakan secepatnya. "Kalau mereka tidak mengajukan PK, ya kita laksanakan," ungkap Abdul Rahman Saleh.
© Copyright 2024, All Rights Reserved