Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, mengkritik berbagai kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Berbagai wacana pungutan baru pajak oleh pemerintahan terkesan terburu-buru dan dipaksakan karena penetapan target penerimaan pajak yang terlalu tinggi.
“Target penerimaan pajak tinggi, sementara waktu untuk merealisasikan terhitung sebentar. Ya akan sulit jika seperti itu. Harus ada tahapannya, tidak bisa terburu-buru agar tepat sasaran,” ujar Darmin kepada pers di Jakarta, Rabu (11/03).
Darmin yang pernah menjabat Dirjen Pajak pada kurun waktu 2006-2009 itu mengatakan, setidaknya ada 4 hal yang harus dibenahi dalam skema penerimaan pajak yang dilakukan pemerintahan Jokowi, demi mencapai target yang sesuai.
Pertama, adalah perlunya perbaikan internal dari Direktorat Jenderal Pajak, agar bisa menghasilkan tim kerja yang solid dan fokus. “Benahi dulu antara pimpinan dan bawahan. Kalau perlu harus berani tambal sulam. Harus ada trust, biar bisa sesuai kerjanya.”
Selanjutnya, membenahi hubungan antara Ditjen Pajak dengan pihak industri dan pengusaha. Dikatakan Darmin, jika hubungan dengan dunia usaha bisa baik, maka tidak perlu susah payah dalam menagih pajak.
Kritik lainnya, dalam menambah aparat penegak, tidak bisa dilakukan secara instan. “Petugas pajak itu minimal 5 tahun dulu dilatih agar kerjanya bagus. Kalau terburu-buru, ya bisa tidak maksimal,” kata Darmin.
Sarannya yang terakhir soal metode penerimaan pajak. Menurut Darmin, ekstensifikasi boleh-boleh saja dilakukan Ditjen Pajak demi menambah penerimaan. Namun, hal itu harus melalui proses yang matang, agar potensi penerimaan bisa maksimal diraih.
“Kalau jaman saya dulu ada benchmarking. Dulu industri kelapa sawit dan batubara. Intinya benchmarking diutamakan sebelum ekstensifikasi,” jelas Darmin.
Benchmarking dilakukan dengan cara mempelajari secara komprehensif mulai dari pendapatan industri tersebut, aset yang ada, laba bersih, hingga akhirnya muncul potensi penerimaan pajak.
© Copyright 2024, All Rights Reserved