Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan banyak transaksi keuangan mencurigakan sejak 2014. Terhitung sejak Januari 2014 hingga Mei 2017, PPATK mencatat ada 1.393 hasil analisis transaksi mencurigakan.
Bila dirinci dari 1.393 hasil analisis itu, sebanyak 595 hasil analisis telah diserahkan ke kepolisian, 294 hasil analisis diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 268 hasil analisis dilaporkan ke kejaksaan, 200 hasil analisis diserahkan ke Direktorat Jenderal Pajak, 20 hasil analisis diserahkan ke Badan Narkotika Nasional (BNN), dan 16 hasil analisis diserahkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Transaksi mencurigakan yang ditemukan antara lain terkait oknum penegak hukum, rektor, dokter dan kepala daerah. Bahkan baru-baru ini, PPATK menemukan transaksi mencurigakan Rp9 miliar secara tunai dan Rp3 miliar lewat transfer oleh seorang calon rektor.
"Dia incumbent dan masuk jadi calon rektor lagi," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, akhir pekan lalu.
Kiagus Ahmad mengatakan, PPATK juga menemukan transaksi mencurigakan Rp26 miliar ke penegak hukum seperti jaksa, polisi, pengadilan. Transaksi itu melibatkan 43 orang dan empat perusahaan.
Aliran transaksi mencurigakan ini berasal dari tersangka ke penegak hukum yang dialirkan dengan beberapa cara. Antara lain uang tunai untuk memutus jejak transaksi atau lewat orang ketiga seperti kerabat atau pihak terafiliasi untuk penampungan dana.
“Dari 1.393 hasil analisis sejak tahun 2014-Mei 2017 yang sudah diserahkan ke penegak hukum, kini sudah ada 1.007 hasil analisis yang ditindaklanjuti,” kata Kiagus.
Terkait temuan transaksi mencurigakan berkaitan dengan pemilihan calon rektor, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi M Natsir mengatakan, temuan ini merupakan hasil kerja sama kementeriannya dengan PPATK. "Agar pemilihan rektor lebih baik saya melibatkan PPATK, KPK dan Ombudsman," kata M Natsir.
© Copyright 2024, All Rights Reserved