Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 4.900 kasus pengelolaan keuangan negara yang tidak patuh terhadap ketentuan perundang-undangan. Hal ini mengakibatkan kerugian, potensi kerugian serta kekurangan penerimaan negara senilai Rp25,74 triliun.
Hal itu disampaikan Ketua BPK Harry Azhar Azis dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan agenda "Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I 2014" di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (02/12).
"Rekomendasi BPK terhadap kasus kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset, dan atau penyetoran uang ke kas negara, pemerintah daerah atau perusahaan," ujar Harry.
Ketua BPK menjelaskan, temuan kasus ketidak-patuhan lainnya adalah 2.802 kasus kelemahan administrasi dan 621 kasus yang disebabkan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan entitas pengelola keuangan negara senilai Rp5,13 triliun
"Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI (Sistem Pengendalian Intern) dan atau tindakan administratif dan atau korektif lainnya," ujar dia.
Adapun entitas terperiksa, menurut Harry, telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, dengan penyerahan aset, dan, atau penyetoran uang ke kas negara, pemerintah daerah atau perusahaan, senilai Rp6,34 triliun.
Total selama semester I 2014, BPK telah memeriksa 670 objek pemeriksaan, yang terdiri atas 559 objek pemeriksaan keuangan, 16 objek pemeriksaan kinerja, dan 95 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).
Pada semester I 2014, BPK juga memeriksa pengelolaan keuangan tahun 2013 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), ditambah 86 Laporan Keuangan Kementerian Negara dan Lembaga (KKNL), 456 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan 13 Laporan Keuangan (LK) badan lainnya.
Selain itu, BPK juga melakukan pemeriksaan atas LKPD Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggara 2012, Laporan Keuangan Perum Produksi Film Negara Than Anggaran 2011 dan 2012.
"Laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah mengalami banyak kemajuan yang ditandai dengan perolehan opini yang semakin baik," ujar dia.
Pada semester I 2014, BPK juga memeriksa 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) yang termasuk Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN).
Dalam pemeriksaan itu, kata Harry, BPK memberikan 64 opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 64 LKKL, opini Wajar Dengan Pengecualian atas 19 LKKL, termasuk LK BUN dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 3 LKKL.
"Secara umum, kualitas laporan keuangan pemerintah makin meningkat karena makin banyak yang mendapat WTP dari 44 entitas di 2009, menjadi 64 entitas di 2013," ujar dia.
Mengenai, LKPD, BPK telah memeriksa 456 LKPD dari 524 pemerintah daerah. Dari pemeriksaan tersebut, perolehan opininya adalah WTP sebanyak 153 LKPD atau sebesar 33,55 persen), WDP sebanyak 276 LKPD (60,52 persen), Tidak Wajar (TW) sebanyak 9 LKPD (1,97 persen) dan TMP sebanyak 18 LKPD (3,94 persen).
Harry mengatakan pada semester I 2014, BPK memprioritaskan pemeriksaannya pada pemeriksaan keuangan karena bersifat "mandatory audit" atau pemeriksaan sesuai mandat konstitusi yang harus dilaksanakan BPK. Namun, BPK tetap tidak mengurangi program pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang telah direncanakan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved