Kehilangan suara sah pemilih pada Pemilu 2014 kemungkinan sangat besar. Seperti pada Pemilu 2009, dari 104 juta suara sah, 18 juta di antaranya sia-sia. Karena, mereka tidak memiliki keterwakilan di DPR, terganjal ketentuan parliamentary threshold. Bahayanya lagi, terbuka kemungkinan terjadinya kartel politik.
Itulah yang menurut Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto, bakal terjadi jika wacana ambang batas minimal perolehan suara partai di parlemen menjadi 5 persen. Karena itu, kepada wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan, akhir pekan ini, bekas Panglima TNI itu mengungkapkan, usulan itu berlebihan.
Hanura menganggap wacana kenaikan ambang batas suara parlemen dari 2,5 persen menjadi 5 persen itu terlalu dipaksakan. Idealnya, secara bertahap. Kalau ingin normal, kata Wiranto, paling tidak hanya naik jadi 3 persen atau paling maksimal 3,5 persen. Jadi, tidak drastis dari 2,5 persen menjadi 5 persen.
Meski begitu, Wiranto mengaku, Hanura tidak pada posisi apakah menguntungkan atau merugikan partainya. Hanura lebih melihat masalah jumlah suara rakyat yang kemungkinan kembali akan hilang. Tetapi, Hanura tetap mengembalikan hal tersebut pada keputusan bersama di DPR. Apapun hasilnya, Hanura sudah siap menghadapinya.
Kartel Politik
Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampouw, juga menganggap wacana peningkatan parliamentary threshold itu, tidak rasional. Menurut dia, sistem politik Indonesia belum saatnya menerima parliamentary treshold (PT) sebesar 5 persen itu.
Jeirry berpendapat, keinginan menaikkan PT hanyalah arogansi dan sikap egoisme partai besar yang ingin menikmati kekuasaan lebih besar. Dalam konteks politik transisional seperti sekarang, kata dia, menaikkan PT itu justru bisa berbahaya. Karena, menaikkan PT bisa mengakibatkan munculnya kartel politik. "Itu bisa mengarah kepada sistem pemerintahan otoriter."
Masyarakat Indonesia dalam pandangan Jeirry, masih trauma dengan masa Orde Baru, yang hanya membolehkan tiga partai politik sebagai peserta pemilu. Dengan tiga partai itu, politik menjadi begitu mudah dikooptasi oleh pemerintah. Implikasi negatifnya, yang pertama akan terus mengalami kerugian, rakyat banyak.
Seperti diketahui, pengaturan PT ini terdapat dalam Undang-undang Pemilu. Yang berlaku saat ini, seperti dipakai dalam Pemilu 2009, adalah 2,5 persen. Artinya, hanya partai yang meraih suara minimal 2,5 persen yang bisa duduk di parlemen.
Kalangan DPR periode ini, dimotori partai-partai besar, berencana merevisi aturan ini dengan menaikkannya, dari 2,5 persen menjadi 5 persen. Kalau itu disetujui, aturan tersebut akan berlaku pada Pemilu mendatang, 2014.
Jika seorang caleg raihannya dalam pemilu di bawah ambang batas itu, otomatis tidak bisa duduk di DPR, sekalipun suaranya lolos. Artinya, sekalipun seorang caleg mendapat suara tinggi, tetap tidak akan masuk Senayan, kalau partainya tidak lolos PT.
Itulah yang dimaksud Wiranto dengan suara sia-sia. Karena meski wakil rakyat yang dipilihnya memperoleh suara tinggi, tetap saja sang calon anggota legislatif tidak bisa menjadi anggota DPR, karena partainya tak lolos ketentuan ambang batas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved