Gejala radikalisme maupun pemikiran mengenai konflik peradaban harus dicegah dan dilawan sekuat tenaga. Karena itu menunjukkan kecenderungan sangat berbahaya jika dibiarkan berkembang luas.
"Radikalisme adalah ancaman riil yang bisa menceraiberaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat," kata Wapres Boediono saat membuka "Global Peace Leadership Conference 2010", di Jakarta, Sabtu (16/10).
Dalam acara yang dilaksanakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, Wapres menekankan, kecenderungan radikalisme masih saja tidak mau pergi, baik di Tanah Air maupun di negara-negara lain.
Wapres menilai masih ada pemikiran bahwa konflik antarperadaban justru semakin intensif, bahkan mendasari konflik-konflik antarkelompok atau antarbangsa di masa mendatang. "Sekali kita membiarkan radikalisme mengambilalih alur pemikiran kita, ia akan mengarahkan kita pada kehancuran."
Perlu juga dicermati, dalam beberapa kasus, ruang demokrasi dan hak kebebasan berpendapat juga disalahgunakan sebagian orang atau suatu kelompok untuk menyebarkan sikap permusuhan dan kebencian terhadap agama tertentu. Wapres mencontohkan, misalnya, kasus kartun Nabi Muhammad SAW beberapa waktu lalu, yang memprovokasi tindakan radikal balasan.
Kaum radikal, kata Wapres, biasanya vokal, padahal jumlah mereka hanyalah sedikit. Tetapi suaranya yang keras seolah menenggelamkan kelompok mayoritas di masyarakat yang cenderung diam. "Silent majority memang ciri umum sebuah masyarakat madani," kata Wapres.
Tapi, menurut Wapres, saat-saat tertentu, kelompok "silent majority" juga harus berani bersuara dan masyarakat harus berteriak lantang menolak radikalisme dan kembali pada kesepakatan awal para pendiri bangsa saat mendirikan Indonesia.
Negeri ini, kata Wapres, rumah besar yang harus menaungi dan melindungi seluruh anggota keluarga dengan asas kekeluargaan sudah tegas dinyatakan sebagai dasar berdirinya negara Republik Indonesia. Untuk itu, Wapres mengajak agar semuanya kembali ke akal sehat mengingat betapa sia-sianya kepicikan radikalisme itu.
"Entah, berapa banyak korban yang meregang nyawa dengan sia-sia karena kegagalan umat manusia menggunakan akal sehat, yang sebetulnya merupakan karunia terbesar bagi kita dari Sang Pencipta," kata Boediono.
Wapres mengatakan, akal sehat itulah yang membedakan manusia dengan mahluk lain. "Tapi akal sehat itu pula yang sering kita tanggalkan," katanya.
Menurut Wapres, meskipun Islam merupakan agama mayoritas masyarakat, namun Indonesia bukanlah negara Islam. Namun melalui sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai agama serta memberi kebebasan beragama bagi seluruh rakyatnya.
"Jika kita meninggalkan prinsip-prinsip dasar ini keberadaan Indonesia sebagai satu kesatuan negara-bangsa akan dipertaruhkan dan bisa dipastikan kita akan menuju jurang kehancuran," kata Wapres.
© Copyright 2024, All Rights Reserved