Seorang politisi Jepang yang berpengaruh yang juga menjabata Walikota Osaka, Toru Hashimoto, mengeluarkan pernyataan kontroversial. Toru Hashimoto menyebutkan sistem yang memaksa perempuan penghibur pada masa Perdang Dunia II diperlukan.
Toru Hashimoto, mengatakan perempuan penghibur atau jugun ianfu memberi kesempatan istirahat bagi para tentara Jepang yang hidupnya berada dalam risiko. Yakni dalam situasi ketika peluru berterbangan seperti hujan dan angin, tentara berlarian dengan risiko kehilangan nyawa mereka.
"Jika Anda ingin mereka beristirahat dalam situasi demikian, sistem perempuan penghibur diperlukan. Setiap orang bisa memahami itu," kata Toru Hashimoto.
Toru Hashimoto mengakui para perempuan tersebut melakukan hubungan seks yang berlawanan dengan keinginan mereka. Jepang bukan merupakan satu-satunya negara yang memberlakukan sistem tersebut namun Jepang bertanggung jawab atas tindakannya.
Para perempuan penghibur untuk tentara Jepang pada masa PD II antara lain berasal dari Cina, Korea Selatan, Filipina, Indonesia, dan Taiwan. Pandangan Jepang atas peran dan perilaku mereka selama PD II sering menjadi sumber ketegangan dengan negara-negara tetangganya.
Meski begitu, Toru Hashimoto mendukung pernyataan dari Perdana Menteri, Tomiichi Murayama, pada tahun 1995 yang meminta maaf atas perilaku Jepang di Asia pada saat PD II.
"Hal itu merupakan akibat dari tragedi perang bahwa menjadi perempuan penghibur berlawanan dengan keinginan mereka. Tanggung jawab perang juga berada di Jepang. Kami dengan santun menawarkan kata-kata yang baik hati kepada para perempuan penghibur," kata Hashimoto.
Hashimoto merupakan salah seorang pendiri Partai Restorasi Jepang yang beraliran nasionalis. Hashimoto merupakan gubernur termuda dalam sejarah Jepang sebelum menjadi Walikota Osaka pada tahun 2011. Tahun 2012 lalu Hashimoto juga mengeluarkan pernyataan kontroversial karena berpendapat Jepang membutuhkan kediktatoran.
© Copyright 2024, All Rights Reserved