Soal waktu pelaksanaan pemilu presiden dan wapres dengan pemilu legislatif dipisah atau dilakukan bersamaan dan soal persyaratan yang harus dipenuhi parpol untuk sah mencalonkan seorang capres dan cawapres serta soal syarat-syarat seseorang sah menjadi capres dan cawapres, gagal disepakati Forum lobi Pansus Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) akhir pekan lalu.
"Pembahasan terhadap tiga materi itu akan dilanjutkan pada hari ini (23/6-malam)," kata Wakil Ketua Pansus RUU Pilpres Ferry Mursyidan Baldan.
Pada materi pertama, partai-partai yang tergabung dalam Fraksi Reformasi dan Fraksi Perserikatan Daulatul Ummah menghendaki agar pemilihan untuk legislatif dilaksanakan secara serentak dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Sebelumnya, fraksi-fraksi ini memberikan alasan khawatir kalau dipisah akan memerlukan biaya pemilu yang cukup besar. Fraksi-fraksi ini juga khawatir bila dipisahkan pelaksanaan pemilu legislatif dari pemilihan presiden nantinya akan diikuti oleh aturan tentang besaran persentase perolehan suara di legislatif sebagai syarat untuk mencalonkan seorang capres dan cawapres. Fraksi-fraksi ini kurang optimistis dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Selain itu, persentase perolehan suara sebagai salah satu syarat pencalonan presiden dianggap oleh fraksi-fraksi itu sebagai pembatasan hak parpol dalam mengajukan calon presiden mereka. Sementara fraksi-fraksi besar seperti Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PPP, dan Fraksi Kebangkitan Bangsa mengusulkan agar kedua pemilihan tersebut dipisah.
Pada materi kedua, Fraksi Partai Golkar mengajukan usulan yang radikal, yaitu hanya partai politik yang memperoleh 35% di legislatif yang sah mengajukan capres dan cawapres. Sementara fraksi-fraksi lain ada yang mengusulkan berdasarkan {electoral threshold} dan ada pula yang mengusulkan tidak perlu dibuat pembatasan persentase perolehan suara.
Lobi juga tidak berhasil menyepakati isu tentang persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang capres dan cawapres. Mengenai persyaratan capres dan cawapres itu, masing-masing fraksi membawa usulan berdasarkan kepentingan mereka. Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Reformasi mengusulkan pendidikan formal strata 1 (S-1) sebagai salah satu syarat capres dan cawapres.
Usulan kedua fraksi ini tentu ditafsirkan sebagai upaya untuk menjegal Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Syarat S-1 ini diduga akan dijadikan sebagai instrumen tawar-menawar antara Fraksi PDI Perjuangan dengan Fraksi Partai Golkar. Fraksi PDI Perjuangan tetap menghendaki agar seseorang yang menjadi terdakwa tidak diperkenankan mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, apalagi kalau seseorang itu telah divonis bersalah oleh pengadilan negeri.
Syarat krusial calon presiden dan wakil presiden lainnya adalah sehat jasmani dan rohani, serta cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia. Syarat-syarat ini cenderung ditentang oleh Fraksi Kebangkitan Bangsa, yang saat ini masih mengusung Abdurrahman Wahid sebagai capres dari partai itu.
Bagian lain dari kondisi {force majeure} yang belum disepakati juga adalah bila capres atau cawapres meninggal saat proses pemilu akan berlangsung. Dalam konteks ini menjadi pertanyaan apakah parpol dapat mengganti calonnya atau tidak.
© Copyright 2024, All Rights Reserved