Para pengelola hotel dan restoran di Solo siap-siap mengeluarkan keputusan tidak popular. Mereka berancang-ancang menaikkan tarif, untuk menutupi melonjaknya biaya produksi, kalau tarif dasar listrik (TDL) jadi dinaikkan, pertengahan tahun ini.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Solo, Soebandono mengungkapkan hal tersebut di Solo, akhir pekan ini.
Dengan kenaikan tarif dasar listrik sebesar 10 persen dalam waktu dekat itu, dipastikan beban pengusaha hotel akan semakin berat. Bahkan, Soebandono mengungkapkan, kenaikan itu merupakan pukulan sangat telak bagi para pengusaha.
Pasalnya, porsi kebutuhan listrik di industri perhotelan cukup besar. Besarnya kebutuhan akan energi listrik itu, antara lain untuk penerangan, gedung pertemuan, menjalankan pendingin ruangan, dan lain sebagainya.
Dengan adanya rencana kenaikan tarif listrik itu, mau tidak mau tarif hotel juga akan naik, untuk menutupi biaya produksi dari pemakian listrik. Prinsifnya, bagi pengusaha, setiap kenaikan akan disesuaikan dengan biaya produksi. Margin keuntungan pengusaha hotel di Solo sangat sedikit, karena ketatnya persaingan industri perhotelan di Solo.
Soebandono menyesalkan rencana kenaikan TDL pertengahan tahun ini. Sebab, sebagian besar pengusaha hotel mempunyai kontrak tarif kerja sama dengan beberapa instansi dan para pelaku pariwisata, yang sudah diputuskan jauh hari sebelumnya.
Repotnya, harga itu baru bisa diubah sekitar tahun depan. Dengan demikian kata Soebandono, pengusaha hotel akan merugi sampai akhir tahun. Karena itulah, ia berharap pemerintah menunda sementara rencana kenaikan TDL itu, agar kerugian para pengusaha tidak terlalu besar.
Dampak Signifikan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mengerti kesulitan yang dihadapi para pengusaha. Dengan begitu, Apindo akan meminta asosiasi, atau kalangan pengusaha, anggotanya, agar tidak melakukan lay off atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kepada pers yang menemuinya, usai berdiskusi dengan kalangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di kantor Apindo, Jakarta, Jumat lalu, Sofyan mengatakan, kenaikan TDL akan berdampak signifikan terhadap pelaku industri. Terutama industri baja, tekstil, petrokimia serta usaha kecil dan menengah (UKM).
Sofyan mengatakan, pihaknya masih bisa memberikan toleransi jika pemerintah menaikkan TDL hanya di kisaran 10-12 persen. Selain itu, Apindo meminta agar pemerintah memberikan tenggang waktu kepada industri. Karena sejak penandatanganan perdagangan bebas ASEAN dengan China (ACFTA), ada perubahan struktur biaya produksi.
Seperti para anggota PHRI, pihak Apindo juga berharap pemerintah memberi kelonggaran kepada para pengusaha. Terutama setelah berlakunya ACFTA dengan China, karena sedang konsolidasi biaya. Kenaikan tarif apa pun dalam waktu dekat ini, akan memukul dunia usaha, dan akan berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Sofjan juga menjelaskan, pelaku industri meminta pemberlakuan tarif multiguna dan daya max juga dicabut guna menghindari terjadinya lay off. Lainnya, kekurangan gas untuk industri bisa secepatnya ditanggulangi. Pemerintah menjanjikan tahun depan sudah ada tambahan pasokan gas dari terminal LNG di Jawa Barat.
Kalau semua itu diatasi, kenaikan TDL tidak akan terlalu mengganggu biaya produksi dunia usaha, atau kalangan industri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved