Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Pemerintah saat ini sedang memeriksa laporan keuangan dari Facebook, Twitter, Google dan Yahoo. Keempat perusahaan digital raksasa dunia itu, selama ini diketahui tidak pernah membayar pajak kepada pemerintah Indonesia.

Sebabnya, selama ini mereka beroperasi bertindak sebagai dependent agent dan representative office. Dengan bentuk badan usaha itu, keempatnya tidak diperbolehkan melakukan aktivitas bisnis di Indonesia.

Sebab pada kenyataannya banyak penghasilan yang mereka terima dari aktivitasnya di Indonesia. Namun, penghasilan itu seluruhnya malah pergi ke perusahaan induknya yang berada di Singapura.

Keempat perusahaan tadi terdaftar di Singapura dengan nama perusahaan masing-masing Facebook Singapore Pte Ltd, Twitter Asia Pacific Pte Ltd, Google Asia Pacific dan Yahoo Singapore Pte Ltd.

Kini keempatnya sudah menjadi Bentuk Usaha Tetap (BUT), dengan masing-masing bernama BUT Facebook SIngapore Pte Ltd, BUT Twitter Asia Pacific, BUT Google Asia Pacific dan BUT Yahoo SIngapore Pte Ltd.

Status BUT itu baru ditetapkan pekan lalu oleh Kantor Pajak Pratama Kantor (KPP) Wilayah Jakarta Khusus. "Kami sedang menghitung potensi pajak yang hilang hingga 5 tahun ke belakang," kata Bambang di Jakarta, Rabu (06/04).

Menurut Kepala Kanwil Jakarta Khusus M Hanif, potensi pajak yang bisa diambil dari perusahaan-perusahaan tersebut cukup besar.

Hanif membandingkan dengan langkah pemerintah Inggris yang mem-BUT kan Google. Pajaknya meningkat sangat besar dari hanya £1,3 juta, meningkat jadi £130 juta setelah menjadi BUT.

“Selama ini Google sebetulnya ada pajak yang dibayar. Cuma sebatas untuk Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 saja, yaitu pajak atas karyawannya. Sementara pajak atas penghasilannya tidak,” kata Hanif.

Jika nantinya penghasilan perusahaan tadi dikenakan pajak maka pajak tersebut akan dikreditkan untuk kewajiban perpajakan mereka di Singapura. Kepastian ini sudah tertuang dalam perjanjian kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Singapura.