Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), hingga Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia mecapai 28,59 juta jiwa atau 11,22 persen dari total populasi. Angka tersebut bertambah 860 ribu orang dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin September 2014 yang tercatat 27,73 juta jiwa.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, faktor-faktor yang turut mendorong bertambahnya jumlah warga miskin, salah satunya adalah pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium pada akhir tahun lalu.
“Akhir 2014 pencabutan subsidi BBM menyebabkan kenaikan harga di awal 2015. Selama periode September 201-Maret 2015 terjadi inflasi yang cukup tinggi sebesar 4,03 persen," ujar Kepala BPS Suryamin dalam jumpa pers di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (15/09).
Selain itu, merangkaknya sejumlah harga bahan pangan juga turut menjadi faktor meningkatnya angka kemiskinan. BPS mencatat secara nasional rata-rata harga beras mengalami peningkatan sebesar 14,48 persen.
Selama periode September 2014- Maret 2015 selain beras eceran, beberapa komoditas bahan pokok juga mengalami kenaikan seperti cabe rawit serta gula pasir yang masing-masing naik sebesar 2,28 persen dan 1,92 persen.
Suryamin mengatakan, jika dibandingkan secara tahunan dengan jumlah penduduk miskin sampai Maret 2014 lalu, terjadi kenaikan sebanyak 310 ribu jiwa.
Ia menyebut, meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk miskin disebabkan karena angka pembanding kemiskinan selama 2014 bertambah sangat cepat akibat meningkatnya jumlah penduduk secara nasional.
Menurut Suryamin, jumlah populasi Indonesia bertambah 3 juta sampai 4 juta jiwa per tahun. “Jangan kaget, karena pada dasarnya pertambahan penduduk lebih cepat dari pertambahan jumlah penduduk miskin," ujar Suryamin
BPS juga mencatat selama periode September 2014 hingga Maret 2015 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 290 ribu orang dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015.
Garis kemiskinan selama periode September 2014-Maret 2015 juga mengalami kenaikan sebesar 5,91 persen yaitu dari Rp 312.328 per kapita menjadi Rp 330.775 per kapita.
Nominal tersebut digunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk dalam suatu kelompok miskin atau tidak miskin. "Orang dikatakan miskin apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan," jelas Suryamin.
Suryamin mengatakan jika dilihat tren dari tahun 2009 perkembangan angka kemiskinan cenderung stagnan dan selalu berada di atas level 10 persen. “Kalau angka kemiskinan sudah sampai pada level 10 sampai 11 persen kalau untuk menurunkannya memang agak susah, di semua negara seperti itu. Sehingga perlu bantuan yang khusus," tandas Suryamin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved