PERCEPATAN Pertumbuhan demi Indonesia Emas.
Berdasarkan survei Global Risk Report 2024 oleh World Economic Forum terhadap 1500 ahli ekonomi di seluruh dunia, didapati bahwa dalam dua tahun kedepan risiko ekonomi tertinggi adalah inflasi, penurunan ekonomi, dan berkurangnya kesempatan kerja.
Pemerintahan Prabowo menjanjikan suatu pertumbuhan ekonomi tinggi, 7-8% per tahun semenjak tahun ke-3 atau ke-4 pemerintahannya. Ini adalah sebuah langkah terobosan yang jitu menjawab tantangan ekonomi yang disampaikan World Economic Forum tersebut untuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi 7-8%, terutama dapat menjawab masalah penurunan ekonomi dan berkurangnya kesempatan kerja. Untuk tantangan inflasi, Indonesia kelihatannya tidak begitu bermasalah, IHK tahun 2023 tercatat 2,6% - termasuk yang terendah ke-4 di dunia.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 sebesar 4,97% masih yang tertinggi ke-5 dunia (di bawah India 6,33%, Bangladesh 6,03%, China 5,01%, dan Filipina 5,32%), besaran pertumbuhan tersebut belum sanggup mengimbangi pertambahan pencari kerja di dalam negeri.
Di Indonesia, berdasarkan data tahun 2023, setiap 1% pertumbuhan ekonomi setara dengan penyerapan 570.000 lapangan kerja baru. Setiap tahun di Indonesia terdapat 4 juta pencari kerja baru.
Artinya dengan 4,97% pertumbuhan ekonomi seperti tahun 2023, hanya akan terserap 2,8 juta pencari kerja dari 4 juta tersebut. Sementara 1,2 juta pencari kerja yang tidak terserap terpaksa menganggur atau masuk ke sektor informal.
Perlu tambahan setidaknya 2,1% untuk menyelesaikan masalah 1,2 juta pencari kerja yang setiap tahun tidak terserap. Pertumbuhan ekonomi 7-8%, atau tambahan 2-3% pertumbuhan dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Bila pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat stabil 7% selama tahun-tahun berikutnya, maka pada tahun 2041 Indonesia sudah bisa masuk kelompok negara berpendapatan tinggi atau dengan kata lain menjadi negara maju.
Bila pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil 8%, maka Indonesia dapat masuk menjadi negara maju lebih tiga tahun lebih cepat yaitu pada tahun 2038.
Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin cepat Indonesia memperkaya masyarakatnya, menyelesaikan masalah pengangguran dan juga masalah kemiskinan, menuju masyarakat makmur seperti dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Jadi pertumbuhan ekonomi 7-8% memastikan kemakmuran Indonesia terwujud sebelum sebelum datangnya Indonesia Emas, tahun 2045.
Empat Reformasi Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi
1. Reformasi Agraria
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, Indonesia dapat mencontoh pengalaman sesama negara di kawasan Asia Timur, seperti Jepang, China, Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura.
Kelima negara tersebut melakukan serangkaian reformasi yang mendasar dalam struktur perekonomiannya, tetapi persamaan dari kelima negara adalah mereka melakukan reformasi agraria pada awalnya.
Di Jepang, tahun 1946 pemerintah menjual lahan para tuan tanah kepada petani-petani skala kecil dengan harga yang sangat murah. Di China 40 juta hektare lahan dibagikan untuk sekitar 300 juta warga pedesaan pasca Revolusi 1949.
Di Korea Selatan, pada tahun 1950 pemerintah membagikan 577.000 chungbo/hektare lahan kepada 1,6 juta petani.
Di Taiwan, pada tahun 1953 pemilik-pemilik lahan besar dipecah dan didistribusikan kepada para petani kecil.
Di Singapura, tahun 1966 pemerintah menguasai seluruh tanah secara murah dan membaginya untuk kebutuhan pembangunan bandara baru, kawasan industri, perumahan rakyat, dan sekolah.
Beberapa waktu setelahnya, seiring diterapkan berbagai reformasi lainnya dan juga industrialisasi, kelima negara tersebut menikmati pertumbuhan ekonomi tinggi selama belasan tahun.
Reformasi agraria di Indonesia dapat dilakukan dengan mendistribusikan lahan sekitar 2 hektare (di pulau Jawa) dan 5 hektare (di luar pulau Jawa), dari lahan pemerintah, BUMN, dan konsesi yang tidak produktif, untuk petani tak bertanah.
Lahan yang dibagi tidak boleh dijual atau disewakan lagi, penerima tanah akan mendapatkan fasilitas pupuk subsidi, bibit, teknologi, dan kredit murah.
2. Reformasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA)
Untuk melakukan industrialisasi, hilirisasi seluruh sektor di luar pertambangan seperti perkebunan, perikanan, pertanian, dan perhutanan, diperlukan modal pemerintah yang cukup besar, selain tentu dengan mengundang investasi asing.
Modal pemerintah ini dapat diperoleh dari salah satunya adalah dengan meningkatkan pendapatan dari sektor pertambangan, sektor paling unggulan saat ini.
Langkah untuk mendapatkan pendapatan tambahan dari sektor pertambangan ini dapat dilakukan dengan mencontoh apa yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap Freeport, yaitu dengan meningkatkan kepemilikan pemerintah hingga 51% (belum lama bahkan sampai 61%).
Pemerintah dapat merevisi UU Minerba untuk memasukkan klausul bahwa “Rakyat Indonesia melalui Pemerintah berhak atas 51% saham atau keuntungan dari setiap pengelolaan usaha tambang di Indonesia”.
3. Reformasi Kredit
Ketimpangan kredit adalah masalah struktural berikutnya yang harus diselesaikan. Saat ini 83% kredit perbankan mengalir hanya ke ratusan BUMN dan korporasi besar, sementara 17% kredit sisanya diperebutkan oleh 60 juta usaha kecil dan menengah/UMKM dan koperasi.
Padahal UMKM dan koperasi ini merupakan tempat bergantung dari nasib mayoritas pekerja di Indonesia dan menyumbang 61% ekonomi/PDB Indonesia.
Untuk membantu mengembangkan UMKM dan koperasi, Pemerintah dapat memaksa perbankan. Terutama bank-bank BUMN untuk dapat meningkatkan porsi kredit kepada UMKM dan koperasi.
Target ke depan setidaknya porsi kredit perbankan dapat meningkat menjadi 30%-50% ke depannya. Bila masalah ketimpangan kredit ini terselesaikan, UMKM dan koperasi benar-benar dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi di masa depan.
4. Reformasi Pajak
Rasio penerimaan pajak Indonesia yang saat ini hanya 9% (ditambah penerimaan non pajak menjadi 13%) adalah termasuk yang terendah di Asia. Penerapan tax amnesty sebanyak dua kali adalah kebijakan pemerintah yang perlu dikoreksi, karena terbukti malah semakin menurunkan rasio penerimaan pajak.
Menaikkan pajak PPN hingga 12% boleh saja diterapkan, selama pajak untuk orang-orang kaya juga dinaikkan secara proporsional. Contoh sektor tempat orang kaya yang juga perlu dipajaki lebih adalah pasar surat utang, pasar saham, dan pasar bursa berjangka (futures).
Korupnya pegawai pajak kita dan belum transparansinya sistem pemungutan pajak adalah akar permasalahan dari rendahnya penerimaan pajak. Contoh akibatnya adalah masih banyak perusahaan sawit yang menghindari pajak, padahal selain tambang sektor sawit merupakan sektor unggulan kita.
KPK pernah mengestimasi, 40% perusahaan sawit menghindari pajak. Pembentukan Badan Pajak yang terpisah dari Kementerian Keuangan harus diiringi dengan pemilihan pimpinannya yang berintegritas tinggi dan kompeten.
Meningkatnya penerimaan pajak ke depan dapat menjadi modal Pemerintah untuk melakukan industrialisasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi.
*Penulis adalah Analis Ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR)
© Copyright 2024, All Rights Reserved