Pemerintah Provinsi DKI Jakarta siap menempuh jalur hukum terkait upaya pengembalian dana Rp191 miliar dalam transaksi jual-beli lahan dengan Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Langkah ini diambil jika pembatalan jual beli tersebut menemui jalan buntu.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengaku, telah berupaya melaksanakan saran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar uang itu kembali, yakni dengan pembatalan transaksi jual-beli antara pemprov dan Yayasan yang menaungi Rumah Sakit Sumber Waras itu. Tapi ada penolakan sekaligus perlawanan hukum dari pihak Yayasan.
“Ya tadinya kan mau ambil opsi kedua, yang jalur kekeluargaan lah yah. Dibatalkan saja. Tadinya mau begitu, tapi kalau mau ambil jalur hukum kami siap saja, tidak masalah,” ucap Sandi, di Balai Kota, Jakarta, Senin (11/12) malam.
Sandiaga mengaku menghargai pilihan yayasan itu dan siap menghadapinya lantaran tak ada bukti apapun yang akan memberatkan pihak Pemprov DKI.
Ia menambahkan, sebelumya ada setidaknya dua skema upaya pengembalian uang tersebut. Opsi pertama, penagihan; opsi kedua, pembatalan seluruh transaksi.
Untuk opsi pertama, lanjut Sandi, pihak Yayasan telah menolak mengembalikan kelebihan dana yang dulu sempat dibayarkan saat transaksi jual beli Sumber Waras berlangsung. “Mereka menyatakan menolak mengembalikan Rp191 miliar itu saat ada perundingan,” imbuhnya.
Sandiaga menambahkan, cara yang paling mudah untuk menyelesaikan permasalahan itu adalah dengan jalur pembatalan transaksi. Namun, jika tidak ada kesepakatan dari kedua belah pihak, jalur tersebut tidak akan bisa diambil. Yang paling memungkinkan adalah dengan jalur hukum.
"Paling gampang, membatalkan transaksi itu kalau kedua pihak setuju. Kalau ada satu pihak yang tidak setuju, ya harus melalui jalur pengadilan," imbuhnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta membeli lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras dengan harga Rp800 miliar. Dana pembelian itu bersumber dari APBD Perubahan 2014.
Belakangan BPK melalui audit menemukan bahwa harga tanah yang dibeli pemprov DKI itu kemahalan. Audit BPK menyebutkan, pengadaan lahan itu telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp191 miliar.
Kerugian terjadi karena ada perbedaan nilai jual objek pajak (NJOP) atas tanah tersebut. BPK menilai NJOP yang berlaku adalah untuk tanah yang ada di Jalan Tomang Utara, Jakarta, sedangkan Pemprov DKI menilainya sebagai NJOP yang berada di Jalan Kyai Tapa, Jakarta.
BPK pun kemudian merekomendasikan Pemprov DKI Jakarta untuk segera menagih kelebihan pembayaran yang menyebabkan kerugian negara itu atau paling tidak membatalkan transaksi antara keduanya, agar laporan keuangan Pemprov DKI dapat lebih baik.
© Copyright 2024, All Rights Reserved