Pihak pemerintah menilai Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersikap inkonsisten terkait permohonannya agar calon petahana tidak diwajibkan cuti kampanye. Pernyataan Ahok saat menjadi calon wakil Gubenur DKI Jakarta tahun 2012 lalu, justru bertolak belakang dengan uji materu Undang-Undang Pilkada yang diajukannya saat ini.
Tanggapan pemerintah mewakili pandangan Presiden Jokowi dari Mendagri Tjahjo Kumolo dan Menkum HAM Yasonna Laoly itu disampaikan Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Widodo Sigit Pudjianto, dalam persidangan lanjutan uji materi UU Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Senin (05/09).
“Setiap tindakan dan ucapan setiap kepala daerah merupakan cerminan atas konsistensi seorang negarawan sebagai salah satu pertimbangan masyarakat untuk menilai apakah yang bersangkutan dapat dijadikan panutan atau tidak," ujar Widodo.
Widodo menyebut, Ahok pernah mendorong petahana pada Pilgub DKI 2012, yakni Fauzi Bowo agar cuti kampanye. Sementara saat ini, Ahok kandidat calon gubernur petahana pada Pilgub DKI 2017 yang menginginkan cuti untuk petahana tak diwajibkan lagi.
“Pemohon (Ahok) mengatakan pada Pilkada sebelumnya, mendesak agar petahana cuti untuk menampilkan Pilkada yang jujur dan adil. Namun kenapa pada saat ini, pemohon justru menginginkan petahana tetap melaksanakan tugasnya dengan tidak melaksanakan cuti," sindir Widodo.
Widodo lantas membacakan pernyataan Ahok pada saat-saat jelang Pilgub DKI 2012 lalu. “Yang diucapkan pemohon (Ahok) pada tanggal 6 Juni 2012, saat hendak mencalonkan diri sebagai Cawagub DKI, “Bukan soal takut, kalau tidak cuti tidak masalah. Hanya saja kami mau Jakarta sebagai contoh penegakan semua UU. Kalau sampai Gubernur DKI (Fauzi Bowo) tidak mengambil cuti, nanti seluruh daerah akan mencari cara-cara seperti ini," kata Widodo.
Widodo menyarankan kepada Ahok untuk memikirkan perkara konsistensi ini. Soalnya, Pilgub DKI 2017 sudah dekat, tentu calon pemilih juga akan menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan konsistensi calon-calon yang ada.
“Setidaknya hal itu menjadi renungan kembali bagi pemohon dalam proses pengujian UU a quo, sehingga masyarakat yang mempunyai hak pilih dalam Pilkada DKI beranggapan pemohon tidak konsisten dengan ucapan yang disampaikan," ujar Widodo.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku perwakilan dari DPR juga mengungkapkan hal serupa. Sufmi mengatakan, uji materi Pasal 70 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan Ahok tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang kuat.
Dikatakan Sufmi, cuti kampanye adalah norma umum dan tidak dibuat secara tiba-tiba. Maka dari itu, Ahok seharusnya memberikan masukan kepada pemerintah atau DPR sebelum UU Pilkada dibahas. “Pemohon (Ahok) sudah tahu dari jauh-jauh hari," ujar Sufmi.
Ia menambahkan, Ahok dalam gugatan uji materi juga tidak konsisten. Sebab pada pilgub 2012 lalu, ujar Sufmi, Ahok pernah meminta Fauzi Bowo yang saat itu berstatus incumbent untuk mengajukan cuti.
“Apalagi saat Pilkada DKI Jakarta 2012, pemohon juga pernah meminta calon incumbent Fauzi Bowo untuk cuti," ujar politisi Partai Gerindra tersebut.
Sufmi mengatakan, Ahok juga keliru mengajukan gugatan uji materi dengan alasan kampanye mengurangi masa kerja, sehingga memilih untuk tidak kampanye. Menurut dia, tahapan kampanye merupakan tahapan wajib dalam pilkada.
“Asusmsi tidak mau cuti karena tidak mau kampanye pemohon adalah keliru sebab tahapan kampanye merupakan tahapan wajib sebelum pilkada," kata dia.
Selain itu, ujar Sufmi, undang-undang merupakan pegangan tertinggi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Semestinya aturan yang sudah dibuat oleh DPR dan Pemerintah bisa dipatuhi, termasuk oleh pemohon. "Pemohon seharusnya sudah tahu konsekuensi dari keikutsertaan pemohon di Pilkada," kata dia, seraya menambahkan, DPR berharap MK menolak permohonan Ahok itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved