Hari ini, publik akan mengetahui secara gamblang kerusuhan di areal makam Mbah Priok, Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/04). Rencananya, Rabu (12/05) siang ini, Komnas HAM akan mengumumkan hasil sementara investigasi yang lembaga itu lakukan. KPAI minta polisi usut pelaku yang melibatkan anak-anak dalam rusuh priok itu.
"Pokoknya, kami akan beberkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan, pelanggaran HAM yang terjadi, siapa penanggungjawab insiden dan apa yang harus dilakukan selanjutnya," kata Komisioner Komnas HAM Jhonny Nelson Simanjuntak kepada pers, Rabu pagi.
Tetapi, seperti Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, Jhonny juga belum bersedia membocorkan hasil investigasi Komnas HAM itu. "Nanti sajalah, tunggu pengumuman resminya jam 12.00 WIB."
Sebelumnya, Ifdhal Kasim mengatakan, selain mengumumkan hasil sementara investigasi ini mereka, juga akan ada rekomendasi aksi. Hal itu akan disampaikan langsung kepada Gubernur Jakarta Fauzi Bowo. Sayangnya, seperti isi laporan, kedua aktifis kemanusiaan ini menola membeberkan isi rekomendasi sementaa itu.
"Itu juga belum bisa saya jawab. Tunggu saja hasil pengolahan resmi kami," kata Ifdhal.
Seperti diketahui, rusuh berdarah di Koja itu berlatarbelakang kasus sengketa lahan di sekitar Makam Mbah Priok. Pihak PT Pelindo II mengklaim areal yang di dalamnya ada makam penyebar Islam abad 18 di Tanjung Priok itu, masuk wilayah pelabuhan yang mereka kelola. Tetapi, pihak ahli waris bersikukuh memiliki bukti kuat, yang menyebutkan areal itu sah warisan keluarga.
Saat kejadian Satuan Polisi Pamong Praja ke lapangan untuk menertibkan bangunan di areal di sekitar makam, yang tak memiliki izin mendirikan bangunan. Yaitu, pendopo yang selama ini ramai ditempati para pelayat makam keramat tersebut.
Masyarakat, dan jamaah yang kerap berziarah ke makam itu tak terima. Mereka beranggapan Pemprov DKI Jakarta, melalui Satpol PP berniat membongkar makam. Akibatnya, terjadi perlawanan massa, sampai kerusuhan berdarah meletus. Sedikitnya, tiga anggota Satpol PP tewas, dan ratusan orang luka-luka. Belum termasuk kerusakan akibat terjadinya pembakaran, dan pelemparan batu.
Terima doktrin
Terlibatnya anak-anak dalam kerusuhan massal di sekitar makam Mbah Priok, sebulan lalu, diduga karena adanya pendoktrinan. Dugaan itu dikemukakan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno. Ia menyebutkan, kesediaan anak-anak terlibat dalam aksi kekerasan di sekitar makam Mbah Priok, Jakarta Utara, itu karena sebelumnya mereka menerima doktrin.
"Ini bukan keterlibatan fisik saja. Ada semacam doktrin yang diberikan kepada anak-anak itu. Mustahil anak bisa melakukan gerakan perlawanan dengan posisi serempak dan punya kalimat-kalimat yang seragam, sama satu dengan lainnya," kata Hadi dalam jumpa pers di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar No 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/05) lalu.
KPAI menyebutkan, indikasi adanya doktrin tersebut. Di antaranya, pernyataan Bayu, 14, seorang anak yang ikut dalam aksi pembelaan terhadap makam saat petugas Satpol PP hendak mengeksekusi lahan pendopo makam. Dalam insiden tersebut, Bayu ikut terluka parah.
"Saya cinta wali. Makam wali itu jangan sampai dibongkar sedikitpun. Saya berani mati demi membela makam wali," kata Bayu yang dihadirkan dalam konferensi pers Senin siang itu.
Dari pernyataan Bayu itu, Hadi menjelaskan pikiran anak yang telah menerima doktrin, akan sulit membedakan antara mitos dan kenyataan. Misalnya, banyak cerita berkembang, dalam insiden itu, mereka sebagai pembela makam, dibantu pasukan berkuda putih. "Bagi orang dewasa cerita itu mungkin tidak masalah. Tapi bagi anak-anak, mereka tidak bisa menyaring antara mitos dan bukan. Ini berbahaya.”
Bahayanya, menurut Hadi, kekerasan yang dialami anak, seperti dirasakan Bayu, misalnya, akan membuat luka psikologis dan memengaruhi perkembangan psikis mereka. Anak-anak itu, kata dia, akan jadi mudah marah, dan menganggap segala sesuatu dapat selesai dengan kekerasan.
Meski begitu, Hadi mengakui, terkadang anak yang pernah jadi korban kekerasan akan menjadi sosok yang suka menolong, tetapi kasus semacam itu sedikit, atau tidak dominan.
Dalam kasus kekerasan itu, KPAI mencatat anak-anak yang menjadi korban kekerasan psikis mencapai 50 orang. Korban kekerasan fisik sebanyak 17 anak.
Komisi Perlidungan Anak Indonesia mendesak pihak kepolisian, dan penegak hukum mengusut pihak yang telah melibatkan anak-anak pada peristiwa kerusuhan Tanjung Priok tersebut. Hadi Supeno mengatakan, pelaku yang sengaja mengeksploitasi anak itu urusan polisi. KPAI yakin ada pihak yang mempersenjatai anak-anak.
"Mana mungkin mereka bisa membeli senjata, mereka kebanyakan dari keluarga tidak mampu," ujarnya.
Sejauh ini, kata Hadi, KPAI memiliki rekaman video saat terjadi peristiwa tersebut yang sebenarnya masalah orang dewasa. "Mereka tidak kelihatan. Tapi anak-anak yang menjadi tameng."
© Copyright 2024, All Rights Reserved