Semua fraksi MPR di Komisi B menolak pencabutan Ketetapan (Tap) MPRS No XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme.
Hal itu terungkap dalam pengantar musyawarah fraksi-fraksi di Komisi B yang disampaikan juru bicara masing-msaing fraksi dalam sidang komisi, Minggu (3/8), di Jakarta. Hampir semua fraksi juga sepakat tidak mencabut Ketetapan MPRS IX/1966 untuk memulihkan nama baik Soekarno.
FTNI/Polri berpendapat pemikiran untuk mencabut atau mempertahankan Tap MPRS XXV/1966 ditempatkan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan UUD 1945. Karena itu, FTNI/Polri berpendapat, TAP itu sebagai sesuatu yang final dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga tidak bisa dicabut. FTNI/Polri tidak mau mengulangi sejarah gelap masa lalu Indonesia dengan pemberontakan dan upaya PKI menggulingkan pemerintahan yang sah. FTNI/Polri berpendapat, marxisme-leninisme juga dilarang.
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan juga menegaskan, Tap MPRS XXV/1966 lahir dari sebuah sejarah hitam bangsa Indonesia ketika PKI memberontak dan berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah serta berupaya menggantikan ideologi Pancasila dengan komunisme/Mrrxisme-Leninisme. Padahal, ideologi itu bertentangan Pancasila dan UUD 1945.
Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonsia (FKKI) juga menghendaki TAP ini dipertahankan. Hanya saja FKKI mengusulkan, hukuman secara kolektif dan politis terhadap keluarga serta keturunan para mantan anggota PKI tidak boleh dilakukan. Hukuman harus diberikan setelah ada proses peradilan.
Sedangkan Fraksi Partai Golkar berpendapat, sejauh marxisme dan leninisme sebagai sebuah ideologi dan untuk kepentingan ilmiah, marxisme dan leninisme boleh dikaji. Asal, pengkajian itu sungguh-sungguh untuk memperkuat ideologi pancasila. Tetapi pelarangan PKI di seluruh Indonesia tetap berlaku.
Pendapat yang sama juga disampaikan Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB). Menurut mereka sebagai sebuah produk hukum MPRS dan substansi penetapan, Tap MPRS No XXV/1966 tetap dipertahankan. Tetapi, substansi ideologinya tidak boleh dilarang.
Secara terpisah sejarawan Anhar Gonggong mengingatkan, para anggota MPR harus cerdas dalam melihat kenyataan yang berkembang di masyarakat. Kemudian MPR bisa memutuskan, Tap ini perlu dicabut atau tidak perlu, tentu disertai argumentasi yang kuat.
"Kalau dicabut apa konsekuensinya dalam mengelola negara dan apa konsekuensinya dalam mengambil tindakan kepada mereka," katanya seperti ditulis Suara Pembaruan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved