Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama sejumlah pejabat di masa pemerintahannya, menyatakan tidak memiliki dokumen asli Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya aktivis HAM Munir. Namun, SBY memiliki salinan dokumen yang tidak beda dengan aslinya. Salinan dokumen itu akan diserahkan kepada Presiden Jokowi.
Mantan Sekretaris Kabinet yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dalam penjelasanya mengatakan, pihaknya telah melakukan penelusuran keberadaan naskah laporan akhir TPF Munir. Hasilnya, yang didapati hanya naskah salinan.
"Setelah kami lakukan penelitian, termasuk melibatkan mantan ketua dan anggota TPF Munir, diyakini bahwa copy tersebut sesuai dengan naskah aslinya," terang Sudi dalam pernyataan pers di kediaman SBY, Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/10).
Sudi menambahkan, naskah asli TPF Munir tersebut hingga kini belum ditemukan. SBY hanya memiliki salinannya. Salinan itu akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
"Sungguhpun naskah asli laporan akhir TPF Munir belum diketemukan, copy naskah laporan lengkap akan kami serahkan ke pemerintah yang sekarang," ujar dia.
Sudi menambahkan, jika Presiden Jokowi memandang perlu untuk dibuka ke masyarakat, pihaknya memberikan dukungan penuh agar masyarakat mengetahui apa saja yang ada dalam laporan tersebut. "Sehingga tidak menimbulkan spekulasi atau tuduhan-tuduhan lain yang tidak berdasar," tambah Sudi.
Meski akan menyerahkan dokumen salinan tersebut kepada Presiden Jokowi, Sudi mengatakan pihaknya akan tetap mencari keberadaan naskah asli dokumen TPF Munir tersebut.
"Kami tetap melakukan penelusuran atas keberadaan naskah laporan yang asli. Kepada pihak-pihak yang terkait, kami berharap juga melakukan hal yang sama," ujar Sudi.
Sudi juga membantah bahwa laporan TPF Munir sengaja dihilangkan. "Sangatlah tidak benar ketika laporan TPF Munir itu sengaja dihilangkan, tidak ada kepentingan dan urgensi apa pun untuk menghilangkan naskah laporan itu," kata dia.
Sudi menjelaskan, bahwa saat itu negara telah melakukan bukan hanya penyelidikan, penyidikan, dan pengusutan, tetapi juga sudah digelar sejumlah peradilan kepada mereka yang didakwa melakukan kejahatan atas meninggalnya Munir.
"Bahwa barangkali keputusan peradilan tidak selalu memuaskan dan tidak sesuai dengan harapan sejumlah kalangan tidaklah harus mengatakan pemerintahan presiden SBY tidak serius, tidak menindaklanjuti temuan kasus Munir," ujar Sudi.
Sudi juga mengungkapkan alasan, mengapa hasil TPF Munir saat itu tidak dibuka ke publik. "Jika dulu pemerintahan Presiden SBY belum membuka ke publik karena masih diberlakukan sebagai pro justicia guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kepentingan tersebut, kini sudah tidak ada lagi," ujar Sudi.
Sudi mengatakan, temuan TPF telah ditindaklanjuti selama tim itu bekerja atau pun setelah menyelesaikan tugasnya. Bareskrim Polri mendapatkan ruang dan wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada siapapun di dalam atau di luar negeri.
Pemerintahan SBY, ujar Sudi, juga tidak pernah menghentikan proses penegakan hukum kasus Munir. Setelah TPF Munir tugasnya rampung, proses penegakan hukum tetap berlangsung. "Sampai keputusan terhadap terdakwa memiliki kekuatan hukum tetap atau inkracht," ucap dia.
Jumpa pers ini juga dihadiri SBY, mantan Ka BIN Syamsir Siregar, mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Djoko Suyanto, mantan Kapolri Jenderal Pol (Purn) Bambang Hendarso Danuri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved