Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyandang Disabilitas yang selama ini digodok di Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya resmi disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Pengesahan itu dilakukan dalam sidang paripurna, Selasa (20/10).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah menjelaskan, alasan pengajuan UU ini diantaranya adalah kenyataan bahwa selama ini para penyandang disabilitas di Indonesia masih mengalami diskriminasi baik secara fisik, mental, intelektual, juga sensorik saat berinteraksi di lingkungan sosialnya.
“Selama ini di Indonesia memang telah ada Undang-undang No 4 tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat namun Komisi VIII DPR mengusulkan RUU tentang Penyandang Disabilitas ini untuk mengganti UU itu, yang selama ini lebih berparadigma pada soal pelayanan dan belas kasihan (charity based). RUU tentang Penyandang Disabilitas berparadigma pemenuhan hak penyandang disabilitas (right based), baik hak ekonomi, politik, sosial maupun budaya,” ujar Ledia kepada politikindonesia.com, Selasa (20/10).
Paradigma pemenuhan hak ini menjadi selaras dengan UUD 1945, utamanya Pasal 28C ayat (1) dan (2) yang menekankan pemenuhan hak setiap warga negara, teramasuk penyandang disabilitas. Selain itu, RUU Penyandang Disabilitas ini juga merupakan satu bentuk kewajiban negara dalam merealisasikan hak penyandang disabilitas dalam Convention on The Rights of Persons with Disabilities yang dirafitikasi melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Politisi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini memaparkan, RUU Tentang Penyandang Disabilitas ini telah mengakomodir beberapa isu krusial yang selama ini menjadi masukan dari para penyandang disabilitas seperti soal kuota ketenagakerjaan, konsensi dan bab larangan serta sanksi bagi para pelanggar hak penyandang disabilitas.
Ledia mencontohkan, “Di dalam Pasal 54 ayat (1) ditegaskan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.
Di dalam ayat (2) ditegaskan pula, perusahaan swasta wajib memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk bekerja. “Namun memang terkait dengan perusahaan swasta RUU ini tidak mencantumkan kuota, karena memperhatikan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang sudah ada, yang telah mengatur kuota 1 persen bagi penyandang disabilitas untuk bekerja pada perusahaan swasta,” ujar dia.
Setelah menjadi RUU Inisiatif DPR maka tahap selanjutnya adalah menanti langkah pemerintah untuk memberikan tanggapan berupa DIM (daftar inventaris masalah) sekaligus menunjuk kementrian terkait yang akan menjadi mitra pembahas
“Untuk itu kami berharap Presiden segera menerbitkan surat yang menunjuk kementrian terkait yang akan menjadi mitra pembahas danmenyampaikan DIM pada kami. Bila presiden bersegera menindaklanjuti surat dari DPR ini ini berarti perjalanan RUU ini menjadi Undang-undang yang sangat dinanti oleh para penyandang disabilitas bisa menjadi lebih cepat terlaksana,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved