Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menolak pemberian izin kepada perusahaan angkutan umum berbasis online seperti Gojek, Uber dan Grab.
"Jika di Surabaya, berkali-kali mau ketemu, saya tidak mau. Kenapa? Karena ini bahaya kalau gesekan di bawah ini. Saya tidak mau itu," kata Risma, Minggu (27/03).
Risma mengaku, sebetulnya dia tidak menafikkan penggunaan teknologi. Namun Risma mengaku melihat adanya kompetisi yang tidak adil. Angkutan berbasis online mendapatkan subsidi dari pengelola aplikasi online, sementara angkutan umum konvensional tidak.
"Nah di tingkat bawah ini, terus terang saya takut ada gesekan. Karena yang dapat subsidi pasti menang. Sementara yang tidak dapat, tidak. Kalau terjadi gesekan mengerikan sekali, karena ini urusan perut," kata Risma.
Risma mengatakan, bila ada tekanan maka gesekan di tingkat bawah akan bisa menakutkan lagi. Sebab saat ini saja angkutan umum sudah susah. Di antaranya akibat mudahnya mendapatkan kredit kepemilikan kendaraan motor.
"Sekarang saja tidak ada tekanan, dengan adanya banyak motor, sopir taksi itu sudah... sudah itu lho.. Angkot saja sudah mati," kata Risma.
Menurut Risma, layanan online bukan menjadi masalah namun sekali lagi lebih pada urusan perut.
Saat ini, pemerintah pusat sedang mentertibkan untuk usaha aplikasi ini agar memilih membuat usaha bisnis aplikasi atau usaha angkutan umum. Bila menggunakan usaha aplikasi, harus menggandeng perusahaan operator angkutan umum yang sudah ada.
Bila untuk usaha bisnis angkutan umum, harus mendaftar sebagai perusahaan umum dengan mengurus izin usahanya sekaligus mendaftarkan armada yang dipakai.
Sementara itu, pemerintah pusat memutuskan bahwa taksi Uber dan GrabCar harus mematuhi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Darat. Kedua perusahaan tersebut harus bergabung ke dalam operator angkutan yang legal.
© Copyright 2024, All Rights Reserved