Dua Negara Afrika yang saling bertetangga, Mesir dan Ethiopia, tengah terlibat ketegangan terkait perebutan air Sungai Nil. Ethiopia berencana mengalihkan sebagian debit air untuk bendungan, sementara Mesir memerlukannya sebagai sumber air utama negara.
Presiden Mohamed Mursi menegaskan Mesir tidak akan membiarkan air Sungai Nil bagian mereka diambil setetes pun oleh Negara lain. "Kami tidak akan membiarkan setetes pun air sungai Nil terpengaruh," kata Mursi seperti dikutip dari al-Arabiya.
Sebetulnya sikap Mursi masih lebih lunak dibandingkan para pendahulunya. Sebab pada belumnya masa kepemimpinan Hosni Mubarak, Mesir mengancam perang jika Ethiopia mengalihkan aliran sungai Nil ke wilayah mereka.
Wakil Perdana Menteri Ethiopia Demeke Mekkonin menegaskan, pengalihan Nil Biru tidak akan memengaruhi debit air di Mesir dan Sudan. Hal yang sama disampaikan beberapa peneliti di Mesir.
Namun, insinyur bendungan dari Universitas Kairo sekaligus peninjau bendungan Ethiopia Alaa el-Zawahri mengatakan bahwa Mesir terancam kehilangan 15 miliar kubik meter jika Nil Biru dialihkan. "Langkah ini akan menyebabkan kerusakan di Mesir. Jika saya pesimistis, ini adalah bencana," kata Zawahri.
Perseteruan kedua negara dimulai saat Ethiopia memaparkan rencana untuk mendirikan bendungan hydroelectric terbesar di Afrika. Ethiopia rencananya akan mengalihkan aliran Sungai Nil Biru ke bendungan tersebut.
Ethiopia telah melakukan pengalihan pertama pada 28 Mei 2013 lalu. Tahap pembangunan pertama akan selesai dalam waktu 3 tahun, dengan kapasitas 700 megawatt. Jika selesai seluruhnya, maka akan menghasilkan listrik bagi negara itu hingga 6.000 megawatt.
Sungai Nil Biru bergabung dengan Nil Putih di Khartoum dan mengalir hingga ke Sudan dan Mesir sebelum bermuara di Laut Mediterania. Bendungan ini penting bagi energi Ethiopia, namun juga krusial bagi Mesir dan Sudan. Jika air Nil Biru dialihkan maka debit aliran sungai ke Nil akan berkurang.
Pembagian air Nil sebenarnya telah disepakati tahun 1929 dengan pengaturan antara Ethiopia, Mesir dan Sudan. Dalam perjanjian, Mesir mendapat 55,5 miliar kubik meter, sementara Sudan mendapat 18,5 miliar kubik meter, Ethiopia sisanya dari total 84 miliar kubik meter. Kemudian sebanyak 10 miliar kubik meter menghilang akibat penguapan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved