PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) diduga melakukan manipulasi data lahan gambut dalam dokumen rencana pembangunan hutan tanaman industri (HTI) perusahaan itu. Tujuannya, agar perusahaan milik taipan Sukanto Tanoto itu dapat membabat habis 55.850 hektar hutan lahan gambut berkedalaman 3 meter lebih yang berada di areal konsesinya di Kabupaten Pelalawan dan Siak, Provinsi Riau.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi mengungkapkan temuannya tersebut di Jakarta.
Greenomics mempertanyakan mengapa dokumen tersebut bisa lolos dari koreksi Kementerian Kehutanan. "Ini sangat aneh. Apakah pihak Kementerian Kehutanan tidak memiliki data atau memang begitu lemahnya fungsi kontrol dari Kementerian Kehutanan," tanya Elfian.
Dokumen deliniasi mikro adalah dokumen rencana pemanfaatan hutan alam secara selektif untuk pembangunan HTI yang menjadi dasar operasional pembangunan HTI di lapangan.
Elfian mengungkapkan, dalam dokumen deliniasi mikro PT. RAPP itu, disebutkan bahwa "tidak terdapat bagian kawasan hutan yg berupa kawasan hutan bergambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter, dan dengan demikian tidak ada bagian areal izin konsesi PT. RAPP yg teridentifikasi sebagai kawasan lindung".
Pernyataan dalam dokumen deliniasi mikro PT. RAPP tersebut jelas tidak akurat dan manipulatif. Menurut Greenomics, 55.850 hektar areal konsesi PT. RAPP yang berlokasi di Blok Sungai Kampar dan Tasik Belat (wilayah hutan Semenanjung Kampar) di Kabupaten Pelalawan dan Siak adalah mayoritas bergambut (95,45%), yang mewakili kawasan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 meter.
"Dokumen deliniasi mikro PT. RAPP itu diduga kuat telah dimanipulasi, agar mereka dapat melakukan praktik land-clearing (tebang habis) blok hutan alam di dua lokasi itu guna memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp dan kertas mereka," ujar Elfian.
Elfian menjelaskan, dokumen deliniasi mikro PT. RAPP tersebut telah diteken Pakta Integritas-nya oleh Direktur Utama perusahaan tersebut pada tanggal 15 Juli 2009. Isi Pakta Integritas tersebut adalah, bersedia mengimplementasikan isi dokumen deliniasi mikro secara profesional, dan bersedia dikenakan sanksi jika melanggar. "Artinya, jika PT. RAPP terbukti memanipulasi data kedalaman gambut dalam dokumen deliniasi mikronya, maka PT. RAPP bisa dikenakan sanksi berdasarkan peraturan perundangan berlaku," papar Elfian.
Greenomics menilai, seharusnya pihak Kementerian Kehutanan merujuk dan mematuhi peta Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) tahun 2008.
"Peta RTRWN tersebut telah memasukkan areal konsesi PT. RAPP tersebut ke dalam kategori Kawasan Lindung Nasional Semenanjung Kampar. Peta tersebut merupakan lampiran tak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN yang diteken Presiden SBY," kata Elfian.
Artinya, lanjut Elfian, Menteri Kehutanan harus membatalkan izin PT. RAPP yang berada di Kawasan Lindung Nasional Semenanjung Kampar tersebut, termasuk mengkaji ulang dan kemudian membatalkan izin-izin HPH dan HTI lainnya yg beroperasi di Kawasan Lindung Nasional Semenanjung Kampar itu.
Greenomics mencatat, Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN itu terbit pada tanggal 10 Maret 2008, sedangkan izin konsesi HTI PT. RAPP dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan 12 Juni 2009, sementara dokumen deliniasi mikro PT. RAPP tertanggal 15 Juli 2009. "Jika dilihat dari kronologi waktu, maka sudah seharusnya Kementerian Kehutanan tidak memberikan izin dan menyetujui dokumen deliniasi mikro PT. RAPP tersebut," ujar Elfian.
© Copyright 2024, All Rights Reserved