Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie kecewa berat. Ini terkait renovasi rumah jabatan anggota (RJA) DPR. Dia menilai Sekretariat Jenderal DPR dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyepelekan permintaan pimpinan DPR. Akibatnya, negara dirugikan puluhan miliar rupiah.
Kekecewaan Marzuki tersebut diungkapkannya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (07/01). “Saya kecewa kepada Setjen DPR dan BPKP terkait renovasi rumah jabatan anggota yang tidak kunjung selesai. Bahkan minta tambahan anggaran."
Sebagai konsekuensi dari keterlambatan proyek renovasi rumah jabatan tersebut, negara telah dirugikan hingga Rp22,5 miliar. Rinciannya, dijelaskan Marzuki. Negara harus mengeluarkan uang sewa rumah kepada anggota DPR sebesar Rp15 juta per bulan per orang. Ada sekitar 500 orang dari 560 anggota DPR yang belum mendapat rumah dinas. Serta keterlambatan sudah berlangsung selama tiga bulan.
Dikatakan Marzuki pula, pimpinan DPR mengundang Setjen DPR, Nining Indra Saleh dan jajarannya serta pimpinan BPKP untuk rapat konsultasi di gedung DPR, Jumat ini. Pimpinan DPR, sambung Marzuki, akan meminta penjelasan dari Setjen DPR soal keterlambatan penyelesaian renovasi RJA yang seharusnya rampung September 2010.
Tak hanya itu, Pimpinan DPR juga akan meminta penjelasan pimpinan BPKP. Soalnya BPKP tidak pernah melakukan audit pada proyek renovasi rumah jabatan tersebut. Padahal, permintaan audit dari pimpinan DPR sudah disampaikan sejak Juli 2010 lalu.
Politisi Partai Demokrat itu menegaskan, pada rapat konsultasi Jumat ini pimpinan DPR akan meminta ketegasan dari BPKP. Dengan sikap BPKP yang menyepelekan permintaan pimpinan DPR RI sudah merugikan keuangan negara hingga Rp22,5 miliar. “Kalau memang BPKP tidak sanggup sampaikan saja terus terang. Jangan diulur-ulur tanpa jawaban.”
Marzuki bercerita, pimpinan DPR meminta bantuan audit BPKP pada Juli 2010, setelah pejabat Setjen DPR menyampaikan laporan bahwa harus ada pekerjaan tambahan pada proyek renovasi. Mereka pun meminta tambahan anggaran.
Atas permintaan itu, pimpinan DPR tak serta merta menerima atau menolak. Permintaan itu harus ada landasan yang jelas. Karena itu, sambung Marzuki, pimpinan DPR meminta dilakukan audit keuangan atas pelaksanaan proyek renovasi RJA. “Apakah ada penyimpangan atau tidak.”
Namun, BPKP tidak pernah melakukan audit hingga saat ini, sedangkan proyek renovasi RJA yang seharusnya sudah selesai pada September 2010 juga belum selesai hingga saat ini. "Jika BPKP melakukan audit, dari hasil audit tersebut bisa menjadi landasan bagi pimpinan DPR RI untuk melakukan langkah selanjutnya,"ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved