Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan perlu ada evaluasi terhadap sejumlah peraturan yang tidak sinkron satu dengan lainnya. Aturan yang berbelit dan dapat menciptakan multitafsir itu justru melemahkan daya saing Indonesia dalam kompetisi global.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi saat pembukaan rapat terbatas (ratas) lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (17/01).
"Perlu ada evaluasi terhadap aturan yang tidak sinkron satu dengan yang lain yang cenderung membuat urusan menjadi berbelit-belit dan menimbulkan multitafsir serta justru melemahkan daya saing kita dalam kompetisi global."
Aturan-aturan itu dinilai juga tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Jokowi menyampaikan, Indonesia adalah negara hukum, bukan negara peraturan, dan bukan negara undang-undang. "Artinya, perlu ada evaluasi atau review atas berbagai peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional kita," tambah Presiden.
Jokowi mengingatkan agar kementerian dan pemerintah daerah saat membuat regulasi baru, tidak menjadikannya sebagai proyek tahunan belaka. "Tapi diperhatikan betul agar aturan itu memiliki landasan yang kuat baik secara konstitusional, sosiologis maupun bersifat visioner," tambah Presiden.
Presiden juga meminta agar dibuat penataan basis data peraturan perudang-undangan dengan manfaatkan sistem teknologi informasi.
"Dilakukan penataan data base peraturan perudang-undangan, manfaatkan sistem teknologi informasi yang berkembang saat ini untuk mengembangkan layanan elektronik regulasi atau e-regulasi," jelas Presiden.
Reformasi hukum ini sejalan dengan fokus pemerintah pada 2017 untuk mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan. "Masih banyak kelompok masyarakat kita, masyarakat marjinal yang belum mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum untuk memperjuangkan keadilan," tandas Presiden.
© Copyright 2024, All Rights Reserved